Kami percaya jumlah aktivitas yang meningkat akan menstimulasi pergerakan bisnis properti ke arah yang lebih baik."

Jakarta (ANTARA News) - Aktivitas investor asing yang mengincar sektor properti Indonesia meningkat dan diperkirakan bakal terus naik pada periode mendatang, kata Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia (konsultan properti) Todd Lauchlan.

"Peningkatan aktivitas pasar di triwulan kedua tahun 2016 juga terstimulasi dari beberapa aktivitas investor asing yang berminat masuk ke pasar Indonesia," kata Todd Lauchlan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, sejauh ini ada beberapa ketertarikan dari investor Hongkong, Singapura, Jepang, dan Korea yang menaruh minat terhadap sektor-sektor seperti residensial untuk luar kota Jakarta, dan ritel di kota-kota sekunder.

Selain itu, minat lainnya antara lain pada perkantoran terutama untuk area Jakarta CBD, dan logistik untuk area industrial di sekitar Jakarta.

"Kami percaya jumlah aktivitas yang meningkat akan menstimulasi pergerakan bisnis properti ke arah yang lebih baik," katanya.

Sebelumnya, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang penyelesaian sengketa investasi yang sedang digodok pemerintah harus bisa secara efektif menjawab persoalan terkait gugatan investor asing.

"Indonesia for Global Justice (IGJ) meminta agar penyusunan RPP tentang Penyelesaian Sengketa Investasi harus bisa secara efektif menjawab persoalan Indonesia atas gugatan investor asing yang didasari atas perjanjian investasi internasional yang ditandatangani oleh Indonesia," kata Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti, Selasa (21/6).

Dalam penyusunan RPP, ujar dia, Pemerintah Indonesia akan mendorong penggunaan mekanisme mediasi sebelum sengketa dibawa ke lembaga peradilan.

Pemerintah juga dinilai memastikan bahwa langkah yang dapat ditempuh investor juga melalui arbitrase dalam negeri bagi investor dalam negeri, atau arbitrase luar negeri bagi investor asing.

Dalam hal sengketa dibawa ke arbitrase, diperlukan adanya persetujuan dari pemerintah terlebih dahulu. "Apa yang hendak diatur dalam RPP seharusnya dapat sejalan dengan proses review perjanjian investasi internasional, dalam hal ini Bilateral Investment Treaties (BIT), yang saat ini sedang dilakukan oleh Indonesia," katanya.

Sejak 2013, Pemerintah Indonesia menghentikan Perjanjian Investasi Bilateral (BIT) dengan 20 negara dengan alasan hendak melakukan kajian terhadap isi perjanjian investasi tersebut.

Menurut Rachmi, kajian itu didasari atas kekhawatiran Pemerintah atas mekanisme gugatan investor terhadap negara yang diatur di dalamnya.

Mekanisme ini tidak hanya diatur di dalam BIT, tetapi juga telah menjadi standar umum isi perjanjian perdagangan bebas seperti dalam Perjanjian Trans-Pacific Partnership (TPP).

"Keberadaan RPP belum efektif jika tidak diselaraskan dengan proses review Perjanjian Investasi Internasional Indonesia. Bahkan, Pemerintah Indonesia harusnya lebih khawatir jika Indonesia bergabung ke TPP, karena potensi Indonesia digugat akan lebih tinggi," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016