Para orangtua tersebut ditemui oleh jajaran komisioner KPAI termasuk Ketua Asrorun Ni'am Soleh, Wakil Ketua Susanto, Komisioner bidang Kesehatan Dr. Titik Haryati, Komisioner bidang Sosialisasi Erlinda serta kuasa hukum KPAI Muhammad Joni.
"Ada kesimpangsiuran informasi dari pihak RS Harapan Bunda yang menyebutkan vaksin palsu hanya terdampak pada pasien mulai Maret 2016, sementara pemerintah menyatakan sejak 2003 sudah berlangsung," kata salah satu pengadu, Firdaus.
"Kami mencari kejelasan apakah sejak 2003 RS Harapan Bunda sudah ada yang menggunakan vaksin palsu," ujarnya menambahkan.
Firdaus menilai pihak RS Harapan Bunda terkesan tidak siap sehingga membuat terjadinya distorsi informasi yang diperoleh para orangtua pasien anak di sana, selain juga kekhawatiran mengenai belum adanya pernyataan higienis atau tidaknya proses produksi serta penyebaran vaksin palsu.
Sebagian besar pengadu mengaku khawatir dengan tak kunjung terangnya informasi dari pihak RS Harapan Bunda mengenai pasien anak yang menjadi korban penggunaan vaksin palsu.
Ketua KPAI Asrorun Ni'am Soleh, dalam kesempatan pertamanya menanggapi para pengadu menyampaikan empati terhadap musibah yang dialami mereka.
"Pertama-tama kami menyampaikan empati terhadap musibah yang dialami ini. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memastikan keamanan dan keselamatan anak-anak kita, termasuk memastikan rentang waktu peredaran vaksin palsu itu tadi," kata Ni'am.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016