Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Hasan Wirajuda menilai, kekhawatiran bahwa Indonesia akan terjebak dikotomi Sunni-Syiah karena menjadi tuan rumah pertemuan pemuka kedua kelompok itu, tidak beralasan. "Kita tidak akan terjebak dikotomi Sunni-Syiah karena kita tidak memiliki persoalan dengan itu," kata Menlu di Istana Negara di Jakarta, Kamis, usai acara pembukaan konsultasi kawasan se-Asia Pasifik mengenai reformasi PBB. Menurut Menlu, Indonesia memiliki posisi yang cukup baik karena tidak memiliki rekam jejak permasalahan itu. "Posisi kita dalam kehidupan keagamaan dan sikap mental kita tidak pernah terjebak dalam masalah itu," katanya. Saat ditanya mengenai tujuan RI menyelenggarakan pertemuan itu, Menlu RI mengatakan bahwa RI berharap para pemimpin Islam dapat menjalankan perannya dalam proses perdamaian di kawasan Timur Tengah pada umumnya dan Irak pada khususnya. Sekalipun sudah diketahui bahwa permasalahan di Irak lebih bersifat politik, namun sedikit banyak ada unsur keagamaan, katanya. Pemerintah Indonesia mengundang para pemuka kelompok Sunni dan Syiah untuk duduk bersama dalam konferensi internasional pemimpin umat Islam untuk rekonsiliasi Irak yang diselenggarakan di Bogor, 3-4 April 2007. Sekitar 25 orang pemimpin Islam dari 11 negara --Iran, Irak, Lebanon, Suriah, Pakistan, Yordania, Mesir, Arab Saudi, Turki, Malaysia dan Indonesia-- dijadwalkan untuk hadir dalam pertemuan itu. Sementara itu konflik sektarian yang meluas di Irak pasca pendudukan Amerika Serikat (AS) telah mengakibatkan jatuhnya korban meninggal hingga hingga puluhan ribu warga sipil Irak. Awal Maret 2007 sejumlah negara di Timur Tengah, AS, dan Eropa telah menggelar pertemuan Baghdad guna mencari penyelesaian damai bagi kasus Irak.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007