Istanbul (ANTARA News) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan keadaan darurat pada Rabu (20/7) sementara dia memperluas upaya pembersihan ribuan anggota pasukan keamanan, lembaga peradilan, pegawai negeri sipil dan akademisi setelah upaya kudeta yang gagal.

Erdogan mengatakan keadaan darurat yang akan berlangsung tiga bulan akan memungkinkan pemerintahannya mengambil langkah cepat dan efektif untuk melawan para pendukung kudeta dan diizinkan oleh konstitusi.

Keadaan darurat akan efektif berlaku setelah dipublikasikan dalam lembaran resmi Turki dan akan memungkinkan presiden dan kabinet melewati parlemen dalam menetapkan aturan-aturan baru dan untuk membatasi atau menangguhkan hak dan kebebasan jika diperlukan.

Erdogan menyampaikan pengumuman itu di depan para menteri pemerintah setelah pertemuan hampir lima jam di Dewan Keamanan Nasional.

"Tujuan pendeklarasian kondisi darurat adalah supaya bisa mengambil langkah cepat dan efektif melawan ancaman terhadap demokrasi, supremasi hukum serta hak dan kebebasan rakyat kita," kata Erdogan saat menyampaikan pengumuman, yang disiarkan langsung di televisi.

Sekitar 60.000 tentara, polisi, hakim, pegawai negeri sipil dan guru diskors, ditahan, atau di dalam pengawasan sejak upaya kudeta Jumat pekan lalu.

Pemberontakan gagal itu meresahkan negara berpenduduk 80 juta jiwa yang berbatasan dengan Suriah dan merupakan sekutu barat dalam memerangi ISIS tersebut.

Sebelum mengumumkan keadaan darurat Erdogan mengatakan penyisiran belum usai dan bahwa dia yakin negara-negara asing mungkin terlibat dalam upaya untuk menggulingkan dia.

Saat berbicara dengan bantuan penerjemah dalam wawancara dengan Al Jazeera, Erdogan menepis dugaan bahwa dia menjadi otoriter dan bahwa demokrasi Turki sedang terancam.

"Kami akan tetap berada dalam sistem parlementer demokratis. Kami tidak akan menjauh dari itu," katanya.

Para akademisi dilarang bepergian ke luar negeri pada Rabu dalam apa yang disebut pejabat Turki sebagai kebijakan sementara untuk mencegah risiko orang yang dituduh merencanakan kudeta di universitas lari.

Televisi pemerintah TRT menyatakan 95 akademisi telah dipindahkan dari posisi mereka di Universitas Istanbul saja.

Erdogan menyalahkan jaringan pengikut ulama Fethullah Gulen, yang berbasis di Amerika Serikat, atas upaya kudeta Jumat malam yang menewaskan 230 orang lebih saat para tentara mengerahkan jet-jet tempur, serta helikopter dan tank militer untuk menggulingkan pemerintah.

Erdogan, yang juga memimpin Turki sebagai perdana menteri sejak 2003, telah berjanji membersihkan "virus" yang bertanggung jawab merencanakan upaya itu dari seluruh institusi pemerintah.

Skala pembersihan itu menimbulkan kekhawatiran sekutu Barat bahwa Erdogan berusaha menekan semua yang berbeda pendapat, dan bahwa lawan yang tak berkaitan dengan rencana itu juga akan tertangkap di jaringnya.

Sekitar sepertiga dari sekitar 360 jenderal yang bertugas sudah ditahan sejak upaya kudeta menurut seorang pejabat senior Turki.

Kementerian Pertahanan menyelidiki seluruh hakim dan jaksa militer dan telah menskors 262 di antaranya menurut laporan NTV. Sementara itu 900 aparat kepolisian di ibu kota Ankara juga diskors pada Rabu.

Pembersihan juga meluas ke para pegawai pemerintah di kementerian lingkungan dan olahraga, demikian menurut siaran kantor berita Reuters.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016