Yangon, Myanmar (ANTARA News) - Myanmar mengancam dan menindak garis keras kalangan Buddha, termasuk lembaga biksu radikal, untuk mengekang bentrok dan ketegangan berbasis perbedaan suku dan agama, yang mengakibatkan dua masjid hancur dan puluhan warga muslim lari dari desa mereka.

Peraih Nobel Perdamaian dan pemimpin pemerintah, Aung San Suu Kyi, dihujani kecaman pegiat hak asasi manusia dan pengacara karena tidak menindak pelaku serangan terhadap kelompok kecil muslim.


Kenyataan kekerasan berbasis perbedaan agama di Myanmar itu menjadi salah satu pokok wacana media sosial dan banyak yang mengecam negara itu.

Sebagai salah satu tanggapan, pemerintah membuat langkah mengejutkan dan menentukan terhadap lembaga biksu nasionalis radikal, yang dikenal dengan Ma Ba Tha, yaitu mengancam akan melakukan tindakan hukum jika kelompok itu menyebar kebencian dan menghasut kekerasan.

Pada Jumat, pemerintah meluncurkan gugus tugas untuk mencegah unjuk rasa keras sebagai bagian dari dorongan lebih luas untuk menghentikan kekerasan keagamaan.

Ketegangan keagamaan terjadi di Myanmar, yang sebagian besar penduduknya beragama Buddha, hampir setengah abad kekuasaan tentara, sebelum memuncak paa 2012 di bagian barat negara itu dalam bentrokan suku muslim Rohingya dengan suku Buddha Rakhine.

Kekerasan warga Muslim dengan Buddha di daerah lain terjadi pada 2013 dan 2014.

Presiden Htin Kyaw dalam pernyataan mengatakan gugus tugas itu tidak hanya akan bergerak melawan pengunjuk rasa keras, tapi juga menyelidiki dan minta pertanggungjawaban siapa pun yang menghasut kekerasan.

"Kami tidak ingin mengganggu unjuk rasa damai, tapi kami tidak mengizinkan kekerasan saat berunjuk rasa," kata Zaw Htay, juru bicara Kantor Penasehat Negara, yang dijabat Suu Kyi.

Badan bentukan pemerintah, yang mengawasi kerahiban Buddha Myanmar, Panitia Negara Sangha Maha Nayaka, pada pekan lalu mengeluarkan pernyataan, yang mengatakan tidak pernah mendukung kelompok nasionalis dan anti-muslim Ma Ba Tha.

Pada Juni, sekelompok 200 penduduk desa merusak masjid dan melukai seorang pria Muslim di Myanmar tengah setelah terjadi sengketa atas pembangunan sekolah Islam.

Dalam kejadian terpisah di Myanmar utara pada awal Juli, hampir 500 warga Buddha membakar musolah. Polisi menangkap lima orang sehubungan dengan serangan itu, kata media.

Dalam kedua kejadian itu, warga muslim lari dari rumah mereka karena takut akan kekerasan meluas.

Sekitar 125.000 warga Rohingya muslim, yang mengungsi akibat kekerasan pada 2012, tetap tinggal di kampung darurat di barat.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016