Bekasi (ANTARA News) - Sejumlah orang tua pasien imunisasi di Kota Bekasi, Jawa Barat mengaku lebih memilih vaksin produksi dalam negeri daripada impor karena trauma dengan peredaran vaksin palsu.
"Pokoknya saya vaksin ulang di layanan kesehatan milik pemerintah saja daripada milik swasta. Saya masih trauma anak saya katanya terkena vaksin palsu," kata salah satu orang tua pasien RS Sayang Bunda Bekasi, Raeni di Bekasi, Senin.
Dia sengaja memilih vaksinasi ulang anaknya di rumah sakit milik pemerintah karena lebih terjamin kualitasnya.
Selain itu, kata dia, vaksin buatan PT Bio Farma itu relatif lebih terjangkau harganya.
"Bulan lalu saya memvaksin anak saya di RS Sayang Bunda dengan biaya Rp1 juta untuk jenis vaksin Pediacel. Sudah harga vaksinnya mahal, eh malah palsu. Rupanya meski mahal, tapi bukan jaminan kualitasnya bagus," katanya.
Hal senada dikatakan orang tuas pasien lainnya, Catur (35), yang mengaku tidak mau anaknya divaksin ulang di RS Sayang Bunda meskipun sudah ada undangan dari Kementerian Kesehatan, Senin (18/7).
"Saya masih trauma dengan adanya vaksinasi ulang ini, saya khawatir nanti kejadian tersebut terulang kembali," katanya.
Catur mengatakan sehari sebelumnya ia dihubungi oleh satgas Kemenkes agar melakukan vaksinasi ulang anak pertamanya yang berusia tujuh bulan bernama Rafandra.
"Nanti saja saya vaksin ulang di Puskesmas atau Posyandu milik pemerintah saja karena sudah jelas kualitas dan pengawasannya," kata Catur.
Secara terpisah, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Bekasi Tety Menurung merekomendasikan masyarakat untuk menggunakan vaksin dasar produksi dalam negeri yakni PT Bio Farma.
"Vaksin Bio Farma sangat kami rekomendasikan, sebab secara kualitas bagus. Ada 101 negara yang kini menggunakan vaksin Bio Farma dan telah mendapat pengawasan dari World Health Organization (WHO)," katanya.
Menurut dia, alur distribusi vaksin tersebut telah terjamin keamanannya mulai dari produsen hingga ke penggunanya.
"Alur distribusi di Kota Bekasi-nya pun aman. Setelah vaksin diterima dari pusat dan provinsi, kemudian disimpan di tempat steril sebelum digunakan pasien," katanya.
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016