Makassar (ANTARA News) - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan akan segera menyerahkan berkas tersangka dugaan korupsi Dana Intensif Daerah (DID) senilai Rp3 miliar Kabupaten Luwu Utara ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
"Sekarang ini sedang kita rampungkan dulu berkasnya dan kemudian kita kirim ke kejaksaan. Berkas yang dikirim itu untuk dua tersangka," ujar Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel AKBP Adip Rojikan di Makassar, Minggu.
Dua berkas lainnya yang sedang dirampungnya yakni untuk tersangka mantan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Luwu Utara, berinisial Andi Sariming dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Agung.
Keduanya merupakan mantan terpidana pada kasus korupsi lain.
Adip mengatakan, penyerahan berkas kedua tersangka dalam kasus ini nantinya akan dipelajari serta diteliti oleh tim jaksa, guna mengetahui apakah berkas kasus tersebut telah layak untuk dilimpahkan atau masih ada yang mesti dilengkapi oleh tim penyidik.
"Semua tergantung hasil penelitian yang dilakukan jaksa. Kalau dalam berkas yang kami kirim itu ternyata menunjuk ada keterlibatan pihak lain, maka penetapan tersangkanya kemungkinan akan bertambah," tegasnya.
Adip menandaskan, total anggaran DID dalam kasus tersebut, senilai Rp13 miliiar. Sebelumnya, kedua tersangka juga sudah berstatus terpidana pada kasus korupsi lain, yang pernah ditangani oleh Polres Luwu Utara.
"Semua tersangka sudah kita periksa sebagai tersangka terkait kasus ini. Agung kita periksa sebelum puasa di Lapas. Sedangkan Andi Sariming diperiksa setelah lebaran baru-baru ini," tandasnya.
Bergulirnya kasus ini di Polda Sulsel, Bupati Luwu Utara Indah Putri Indriani dilapor di Reskrimsus Polda Sulsel dalam kasus dugaan korupsi Dana Insentif Daerah (DID) tahun 2011 senilai Rp13 miliar.
Modus yang dilakukan terduga Indah yakni dengan melakukan dugaan pemalsuan dokumen rincian DID 2011 yang harusnya ditandatangani Bupati Lutra periode 2010-2015 Arifin Junaidi. Namun selaku Wakil Bupati Lutra, Indah saat itu mengubah lampirannya.
Indah memalsukan dokumen tersebut ketika Arifin Junaidi sedang cuti mengikuti kursus di Harvard University selama dua bulan. Kasus itu diusut setelah mengeluarkan surat perintah penyidikan nomor SP.sidik/12/III/2016 tanggal 3 Maret 2016.
Pewarta: Muh Hasanuddin
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016