"Kalau sebelumnya kan hanya ahli madya, sekarang disetarakan dengan sarjana," katanya usai rakor Kopertis XIV Papua dan Papua Barat di Waisai, Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat, Sabtu.
Dia menambahkan karena persoalan gelar itu pula, menyebabkan pendidikan tinggi jenjang pendidikan diploma IV menjadi kurang diminati.
Jenjang pendidikan diploma lebih banyak pada pendidikan vokasi atau berbasis pada keahlian.
"Salah satu solusi dari kami, yakni dengan menyetarakannya dengan sarjana. Dengan demikian, kami berharap masyarakat tidak lagi ragu untuk masuk ke pendidikan vokasi," kata dia.
Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaaan Kemristekdikti Prof Intan Ahmad mengatakan masih banyak pemahaman orang tua yang ingin anaknya menjadi sarjana.
"Ini yang harus kita beri pemahaman baru pada para orang tua, bahwa sekarang penekanannya bukan pada akademis tapi keterampilan," ujar Intan.
Hal itu yang yang menyebabkan politeknik jarang diminati. Para orang tua lebih menganjurkan anaknya untuk masuk universitas.
Padahal saat ini, lanjut Intan, yang dibutuhkan oleh dunia kerja adalah para tenaga kerja yang terampil.
"Malah banyak lulusan politeknik yang mendapat gaji lebih besar dari sarjana."
Intan menjelaskan di politeknik lebih banyak belajar praktik langsung dibandingkan teori. Berbanding terbalik di universitas, yang lebih banyak teori dibanding praktik.
Untuk itu, dia mengajak masyarakat untuk lebih memilih pendidikan vokasi dibandingkan pendidikan sarjana.
Saat ini, perguruan tinggi yang berbasis vokasi masih amat sedikit. Kemristekdikti dalam waktu dekat akan mendirikan sejumlah politeknik yang berbasis potensi daerah.
Pewarta: Indriani
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016