Jakarta (ANTARA News) - Proses pembangunan jalur Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta tahap satu telah mencapai lebih dari 50 persen, dengan target operasi pada akhir 2018 atau awal 2019.

Salah satu yang menarik untuk diselisik dari proyek bernilai Rp16 triliun ini adalah kerapian area konstruksi bawah tanah. Banyak pihak mengatakan sulit menemukan tanah berserakan atau bahan bangunan berceceran di sekitar lokasi proyek.

Saat Antara News mengunjungi lokasi pembangunan jalur MRT di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, hal tersebut terbukti benar.

Bahkan, di beberapa titik terdapat taman dan pot-pot bunga untuk menghadirkan kehijauan area yang didominasi oleh beton dan besi.

Apa yang dilakukan PT Mass Rapid Transit Jakarta selaku pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan jalur MRT? Mari kita simak.

"Kalau dibilang ada yang spesial yang dilakukan tidak juga, kami hanya membuktikan bahwa orang Indonesia mampu bekerja rapi, ini yang kami buktikan," kata Presiden Direktur PT MRT Jakarta Dono Boestami saat berbincang dengan Antara News.

Sama halnya dengan proyek infrastruktur lainnya, perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Daerah ini menerapkan standar kerja yang sama.

"Hanya mungkin, pada saat implementasinya, ada yang kurang mereka patuhi. Kami dari awal, ada dua yang tidak bisa ditolerir, sebenarnya ada enam, tetapi intinya dua, yaitu kualitas dan keselamatan. Jadi itu yang harus dijaga," kata dia.


Penanganan tanah

Pengerjaan konstruksi bawah tanah, yang mencakup jalur dari Bundaran HI hingga Patung Pemuda dengan jarak sekitar 6 kilometer, tentunya berkaitan dengan penggalian dan pengeboran tanah.

Tanah hasil pengeboran berkedalaman rata-rata 20 meter yang dilakukan oleh mesin bernama Tunnel Boring Machine (TBM) itu, perlu mendapatkan perlakuan khusus.

Dono mengungkapkan, timnya menggunakan bahan kimia khusus yang dapat mengubah bentuk tanah hasil galian menjadi materi semacam bubur.

"Teknologi yang mengubah tanah menjadi bubur itu, bahan kimianya ada yang diimpor, jadi memang, waktu pengeboran kami sudah masukkan bahan kimia juga, agar perputaran mesin lebih halus," kata lulusan Golden Gate University, Amerika Serikat itu.

Tanah selanjutnya akan ditampung di tempat khusus agar mengendap bersama cairan dan bahan kimia, kemudian diangkut oleh truk pada malam hari agar tidak mengganggu kelancaran lalu lintas.

Dono mengklaim, truk pengangkut tanah masuk dalam keadaan bersih dan tidak kotor setelah keluar dari area konstruksi. Truk memboyongnya ke beberapa lokasi di Jakarta Barat dan digunakan oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta.


Kerapian tempat kerja

PT MRT Jakarta mempersiapkan kerapian pengerjaan konstruksi jalur MRT bawah tanah sejak awal, di mana semua area kerja telah dicor sehingga keseluruhan wilayah kerja tertutup rapi.

"Ini yang selalu kami kejar, yaitu ketersediaan lahan kerja, batas-batas dan tanggung jawab kami jelas. Ini yang juga mungkin kadang-kadang dilupakan atau diabaikan proyek lain," kata Dono.

Namun ia kembali menekankan bahwa manajeman proyek dan konstruksi yang diterapkannya tidak berbeda dengan pembangunan infrastruktur sejenis lainnya.

"Salah satu yang terpenting adalah persiapan proyek. Nah, ini yang terkadang diabaikan proyek infrastruktur yang lain," ujar pria kelahiran Januari 1963 tersebut.

Persiapan proyek menurut dia bukan hanya untuk pengerjaan konstruksi guna mempercepat groundbreaking (peletakan batu pertama) proyek, tetapi juga lahan, utilitas hingga izin yang merupakan bagian terpentingnya dan bisa menghabiskan waktu satu hingga dua tahun.


Hikmah telat bangun

Dibandingkan negara lain seperti Singapura, Tiongkok atau Jepang, pembangunan MRT di Indonesia dinilai telat, apalagi telah direncanakan sejak puluhan tahun silam.

Rencana pembangunan di Ibu Kota sudah dirintis sejak 1985, namun saat itu belum dinyatakan sebagai proyek nasional, dan pada 2005, Presiden Republik Indonesia menegaskan bahwa proyek MRT Jakarta merupakan proyek nasional.

"Banyak orang yang menyesalkan kenapa Jakarta telat membangun MRT, nunggu lebih dari 25 tahun, tetapi ada untungnya, kita bisa dapat membangun dengan teknologi termutakhir dan paling terkini," papar Dono.

Begitu juga dengan keselamatan, yang menurut Dono, dapat menggunakan teknologi yang telah terjamin dan teruji karena jauh lebih maju dibandingkan sistem tradisional.

"Misalnya kalau ada orang yang ingin bunuh diri ke jalur MRT, nanti sistemnya akan mendeteksi, keretanya akan berhenti otomatis. Selain itu juga ada pendeteksi gempa yang dalam skala richter tertentu operasinya akan berhenti," demikian Dono Boestami.

Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016