Jakarta (ANTARA News) - Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr Aman Bhakti Pulungan mengatakan pemeriksaan antibodi atau bahkan vaksinasi ulang dimungkinkan jika mereka yang menjadi korban vaksin palsu meragukan imunitas pada tubuhnya.
"Kalau dia (orang tua korban) ragu boleh kita ulang dan itu tidak memberikan efek jelek. Tetapi bagi yang tidak ragu ternyata dia sudah terlindungi memang," ujar dia di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (14/7).
Aman mengatakan kandungan dalam vaksin palsu yang ditemukan yakni NaCl (Natrium Klorida), anti pertusis dan hepatitis B pada vaksin DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus (DPT), tak berefek samping bagi anak-anak yang terlanjur terpapar.
"Kalau efek jelek, atau efek samping dari seluruh komponen ini, harusnya tidak terjadi. Karena memang ini zat yang anak bisa menerimanya," kata dia.
"Untuk kandungan memang. Pertama, kemungkinan isinya adalah NaCl (garam) tetap ada dan betul memang data dari ibu menkes. Lalu, isinya atigen pertusis. Bisa jadi ini vaksin yang sudah dilemahkan atau sisa vaksin atau vaksin oplosan yang dipakai. Tentu tidak akan keluar antibodi. Ketiga, harusnya DPT tetapi diisi hanya satu yakni vaksin hepatitis B. Jadi jelas ini isinya berbeda," tambah Aman.
Kendati begitu, infeksi bisa muncul jika pengolahan vaksin dilakukan tak steril. Selain itu, anak jelas tidak mendapatkan imunitas yang seharusnya didapatkan. Sependapat dengan pernyataan Aman, Komisi IX DPR mengusulkan agar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memeriksa antibodi mereka yang menjadi korban terduga vaksin palsu.
"Komisi IX mendorong Kementerian Kesehatan mengkaji usulan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) agar melakukan pemeriksaan kembali antibodi anak terduga penerima vaksin palsu," ujar Wakil Ketua Komisi IX, Syamsul Bachri dalam kesempatan yang sama.
Kemudian, lanjut dia, dalam rangka pengawasan terhadap peredaran vaksin dan obat di seluruh Indonesia, Komisi IX akan membentuk Tim Pengawas, Panitia Kerja atau Panitia Khusus Peredaran Vaksin dan Obat yang akan disepakati dalam Rapat Internal Komisi IX.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016