Google juga menawarkan "alternatif lebih mudah dan sah" yang mengizinkan pelanggan membeli musik, film dan konten lain.
"Kami serius dalam melindungi kreativitas online, dan kami akan berupaya untuk membantu melawan aktivitas pelanggaran hak cipta lebih dari sebelumnya," kata penasihat kebijakan senior Google, Katie Oyama, dalam keterangannya, seperti dikutip AFP.
Google dan YouTube menggunakan sistem yang disebut Content ID, tempat pemegang hak cipta bisa memberi tahu perusahaan jika musik atau konten mereka lainnya ditampilkan di YouTube.
Pemegang hak cipta bisa memilih untuk menghapus kontennya atau membiarkannya diunggah dan meraup penghasilan dari iklan, dan 95 persen pemilik musik memilih pilihan kedua, menurut Google.
"Setengah dari pendapatan industri musik YouTube berasal dari klaim konten melalui Content ID," ujar Oyama.
Sementara itu, Federasi Industri Fonograf menilai bahwa Content ID gagal mengidentifikasi 20 sampai 40 persen dari rekaman.
"Google memiliki kemampuan dan sumber daya untuk melakukan lebih banyak untuk mengatasi sejumlah besar musik tersedia dan diakses tanpa izin pada pemilik hak cipta," kepala eksekutif kelompok itu, Frances Moore, mengatakan dalam pernyataan.
Dia juga menyalahkan mesin pencari Google yang justru mengarahkan konsumen musik "dalam skala besar" kepada situs tanpa izin.
Tapi Oyama mengatakan bahwa teknisi Google telah mengambil tindakan dan bahwa "sebagian besar" dari pengguna masuk ke situs yang sah.
Google juga menghapus situs yang mengkhususkan diri dalam pembajakan dari jaringan iklannya.
"Sebagai pemimpin global dalam iklan online, Google berkomitmen untuk membasmi dan mendepak situs nakal dari layanan iklan kami. Sejak 2012, Google telah mendaftar 91.000 situs dalam daftar hitam," jelasnya.
Dia menambahkan, Google telah membayar sebesar 10 milyar dolar AS untuk pencipta konten yang dibeli di Google Play dan YouTube.
Penerjemah: Monalisa
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016