Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diharapkan meminta pendapat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atas penunjukkan tujuh bank persepsi untuk menampung aliran dana repatriasi hasil kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty), termasuk meminta Bank Indonesia (BI) dalam menyiapkan Real Time Gross Settlement (RTGS) atau sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika.

"Ini penting supaya sistem pembayaran dari hulu ke hilir sudah siap secara infrasrutruktur sistem pembayaran menghadapi tax amnesty," kata Direktur Center Of Banking Crisis (CBS) Ahmad Deni Daruri dalam kerangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.

Deni mengharapkan, agar semua bank yang ditunjuk mampu menampung dana repatriasi hasil tax amnesty. Pada prinsipnya, dia setuju adanya bank persepsi ini.

"Tapi penunjukkan bank-bank itu harus yang ahlinya di bidang sistem pembayaran, khususnya untuk skala internasional," katanya.

Selain itu, dia juga meminta BI menyiapkan sistem RTGS makro yang baik secara teknologi maupun operasionalnya.

"Jangan seperti yang sudah sering terjadi shutdown mengakibatkan penundaan sistem pembayaran. Karena kalau RTGS belum siap akan berdampak negatif kepada bank-bank pelaksana pembayaran," jelas Deni.

Deni mengapresiasi tax amnesty sebagian besar adalah pengusaha menengah ke bawah yang kemungkinan bayar repatriasinya di bawah Rp500 juta.

Regulasi BI tentang RTGS hanya di atas Rp500 juta harus diubah menjadi di atas Rp 100 juta. Tujuannya untuk mempermudah Wajib Pajak (WP) dalam melaksanakan pembayaran repatriasi.

"Dengan sistem RTGS yang baik, pemerintah bisa memonitor perkembangan setiap saat," ujarnya.

Deni mengatakan, pemerintah telah menunjuk tujuh bank persepsi untuk menampung aliran dana repatriasi hasil kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty. Bank tersebut, yaitu BNI, Bank Mandiri, BTN, BTPN, BRI, Danamon dan BCA.

"Bank-bank yang nantinya sukses dalam membantu repatriasi tax amnesty bisa dijadikan bank national payment gateway (gerbang nasional bank sistem pembayaran) yang sampai sekarang belum dipilih," ujarnya.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016