Jakarta (ANTARA News) - Pernah merasakan malam hari di tengah laut? Pertanyaan yang sangat menggoda apalagi diteruskan dengan keterangan bahwa pemandangan langit gelap yang bertabur bintang amat indah dan sesekali terdengar suara ombak memukul dinding kayu kapal.

"Saya beberapa kali membawa tamu yang menginap di atas kapal," kata Abubakar kapten sekaligus pemilik kapal Putra Jakir yang melayani jasa wisata laut di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Kemolekan alam seperti itu merupakan peristiwa yang biasa bagi Abubakar dan para nelayan di kampungnya, di kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), namun sejak Labuan Bajau ramai dikunjungi wisatawan, ia pun menawarkan paket wisata berkeliling pulau-pulau di sekitar Labuan Bajau.

Abubakar bukan pemula dalam jasa wisata ini, sebelumnya sudah banyak kapal-kapal pesiar besar dan perahu serupa dengan miliknya yang menawarkan wisata bahari melayari perairan di Kabupaten Manggarai Barat itu dengan tujuan utama ke pulau Komodo dan pulau Rinca yang terkenal dengan pesona reptilia purba, Komodo.

Para wisatawan bisa berenang, snorkeling, menyelam di laut dengan keindahan terumbu karang serta pulau-pulau berpasir putih dan juga pulau dengan hamparan pasir koral berwarna merah muda yang dikenal dengan sebutan "pink beach".

Selain itu juga bisa jalan kaki mendaki bukit-bukit untuk melihat padang rumput, gua dan danau.

Kapal pesiar menawarkan bermacam paket, misalnya pelayaran dua malam tiga hari mengunjungi lima pulau dengan tarip Rp3,2 juta rupiah termasuk fasilitas menginap di atas kapal dan makan selama perjalanan.

Meskipun paket tersebut lebih banyak diminati turis asing, kini wisatawan lokal juga sudah mulai melirik petualangan di laut dan menjelajah pulau-pulau.

"Saya sudah memesan perjalanan untuk awal September bersama empat orang teman," ujar Ciput Puriwianti, warga Jakarta.

Baginya, kawasan Indonesia timur menyajikan daya tarik alam dan budaya yang amat memesona dan bisa memberi kepuasan tersendiri.

"Saya memang sedang jatuh cinta dengan keindahan alam Indonesia timur yang sungguh luar biasa dan berkomitmen untuk mulai mengeskplor satu demi satu," tegasnya.

Ia dan teman-teman sengaja mengambil paket "cruising" karena penasaran ingin mengalami hidup di atas kapal selama tiga hari dua malam apalagi melihat tempat-tempat tujuan yang tercantum di brosur dan foro-foto orang lain.

Mengunjungi Indonesia bagian timur bukan pertamakali dilakukan oleh Ciput, seorang Pegawai Negeri Sipil pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, namun biasanya perjalanan dinas dengan jadwal yang padat.

"Kali ini saya ingin mencoba mengalami sendiri liburan yang menarik," katanya, setelah sebelumnya sudah berlibur ke Pulau Derawan di Kalimantan Timur dan ke Sumba Barat Daya dalam setahun terakhir.

Lebih murah ke luar negeri
Denny Satria, juga warga Jakarta, mengaku sangat puas setelah melakukan perjalanan ke Manggarai Barat menjelang bulan Ramadhan lalu, bahkan memetik hikmah dari perjalanan wisata yang menurutnya memang tidak murah.

Ia merogoh kocek Rp10 juta untuk perjalanan selama enam hari, termasuk tiket pesawat, penginapan dan perjalanan ke sejumlah pulau dan objek budaya di daratan.

"Memang terasa mahal, sama dengan biaya ke luar negeri seperti ke Malaysia, tetapi kali ini saya sangat puas," katanya.

Denny juga mengikuti pelayaran tiga hari di atas kapal dan mengaku baru pertamakali melihat alam yang begitu indah serta relatif terjaga dengan baik, selain juga mengagumi budaya yang disebutnya unik.

Selama pesiar, Denny mengaku terharu melihat kehidupan masyarakat lokal yang bersahaja dan jujur.

"Saya membeli lima ikan goreng dari seorang anak dengan harga Rp10.000. Uang senilai itu hampir tidak ada artinya di Jakarta. Akhirnya saya tidak lagi menawar bila berbelanja pada penduduk setempat," katanya.

Pengalaman tersebut membuat Denny berniat untuk datang lagi dengan membawa anak-anaknya, sehingga selain berlibur, mereka bisa juga belajar melihat kehidupan orang lain yang lebih sederhana dan bisa menghargai hal-hal lain yang biasanya dianggap remeh oleh orang kota.

Perjalanan yang menurutnya cukup seru adalah mengunjungi perkampungan tradisional Wairebo dengan ciri khas rumah penduduk berbentuk kerucut dengan atap sekaligus dinding terbuat dari ijuk.

Rumah-rumah tradisional itu disebut Mbaru Niang merupakan rumah komunal yang dihuni oleh beberapa keluarga dan hanya ada tujuh rumah di kampung tersebut.

Wisatawan dapat menumpang bermalam bila ingin menikmati pengalaman tidur di dalam Mbaru Niang yang menjulang sekitar 15 meter itu dan berada di kampung yang dikelilingi bukit-bukit di punggung gunung dengan ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut.

Bony, salah seorang pemandu lokal kerap membawa tamu memasuki perkampungan Wairebo yang harus ditempuh dengan mobil selama 3-4 jam dari Labuan Bajo kemudian dilanjutkan perjalanan kaki menembus hutan sekitar 2-4 jam tergantung pada kekuatan fisik wisatawan.

"Menginap di sana lebih baik karena bisa berinteraksi dengan penduduk dan mengalami tidur berjajar melingkar di dalam rumah tradisional dengan posisi kepala menghadap dinding," kata Bony yang tidak menyebutkan nama belakangnya.

Bukan hanya komodo yang menjadi daya tarik Labuan Bajau, karena wisatawan dapat berpuas-puas memanjakan diri mengarungi lautan, mengenal adat dan budaya masyarakat petani, nelayan dan kota kecil yang tumbuh sebagai daerah wisata lengkap dengan fasilitas penginapan, hotel, kafe dan rumah makan.

"Kalau beruntung di laut kita bisa melihat kawanan lumba-lumba, kura-kura sedang bermain di permukaan, dan untuk makan kita tinggal memancing ikan," kata Abubakar.

Perahu kayu miliknya yang diberi nama Putra Jakir, seperti nama anak laki-lakinya, dilengkapi toilet dan juga matras untuk alas tidur.

"Kalau wisatawan mau menginap saya juga siap memasak, bisa bakar ikan atau masak sup ikan kuah asam," ujarnya sambil tertawa.

Paket yang ditawarkannya separuh harga dibandingkan kapal pesiar yang memiliki fasilitas lebih lengkap berupa kabin untuk tidur, kamar mandi dan ruang makan.

"Masing-masing punya selera, tamu saya juga banyak orang asing, mungkin merasa lebih pribadi karena hanya dipakai sendiri," kata Abubakar mengenai kapalnya yang mampu membawa lima orang wisatawan.

Menurut seorang petugas hotel berbintang, wisatawan asing yang banyak berkunjung adalah dari Eropa, yaitu Italia, Jerman dan Swiss juga beberapa orang Jepang, sedangkan wisatawan lokal pun kini semakin banyak.

Dari Labuan Bajo, buah tangan berupa kain tenun, kopi Manggarai dan roti kompyang yaitu roti bulat dengan tekstur kulit yang agak keras bertabur wijen bisa dibawa pulang, sementara benda-benda dan makanan oleh-oleh lainnya masih sedikit dijajakan.

"Infrastrukturnya sudah memadai, penginapan banyak dan bersih, jalanan bagus dan masyarakatnya ramah," kata Denny yang berjanji untuk datang kembali.

"Saya juga sudah tidak sabar menunggu bulan September untuk menjelajah lima pulau di sekitar Labuan Bajo," kata Ciput dengan penuh semangat.

Oleh Maria D. Andriana
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016