Pemerintah mulai gregetan dengan ulah Abu Sayyaf yang sengaja memilih orang Indonesia sebagai sandera.


ABK asal Malaysia dibiarkan bebas. "Ada apa sebenarnya Abu Sayyaf dengan Indonesia?" kata Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo baru-baru ini.


Rakyat, politisi, pun merasa terhina dengan aksi Abu Sayyaf yang terus berulang ini.


Sulit dimengerti negara sebesar Indonesia dipandang sebelah mata oleh gerombolan bajak laut Abu Sayyaf.


Pemerintah Malaysia pun tidak boleh berdiam diri. Sebab, tiga orang Flores itu, dan ribuan bahkan jutaan orang Indonesia di Malaysia Timur sejatinya sejak dulu bekerja keras banting tulang demi kemajuan Malaysia.


Tiga WNI asal NTT Lorens Koten selaku juragan kapal, Emanuel, dan Teodorus Kopong sebagai ABK diculik di perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu, Sabah, Malaysia.


Jelas, ini tanggungjawab Malaysia. Maka, untuk menjaga hubungan diplomatik yang baik dan menjamin stabilitas geopolitik Asia Tenggara, pemerintah Malaysia harus segera menjelaskan persoalan ini dan memikul tanggungjawab penuh.


Ketiganya berada di kapal pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim. Ketiga WNI diculik oleh lima orang bersenjata laras panjang yang berbahasa Sulu.


“Penculik menggunakan perahu panjang mengenakan baju warna hitam dan celana loreng. Diduga berbahasa Sulu, campur Melayu,” kata Konsulat RI di Tawau-Malaysia Muhammad Fatah, Minggu (10/7/2016).


Penculikan yang terjadi pada Sabtu pukul 24:00 wita tersebut dilaporkan oleh pemilik kapal Tong Lim pada Minggu dini hari.


Saat itu kapal pukat tunda yang sedang mencari ikan ditumpangi 7 pekerja, terdiri dari 4 WNI dari NTT dan 3 warga Bajau Palauh, FIlipina.


“3 anak buah kapal yang memiliki paspor Indonesia dibawa penculik, sedangkan 4 yang lain, yaitu 1 warga NTT dan 3 ABK asal Palauh dibebaskan karena tidak punya paspor,” imbuh Fatah.


Soal tanggung jawab pemerintah Malaysia, pakar hukum Hikmahanto Juwana juga mengemukakan hal tersebut.


Hikmahanto mengingatkan, penculikan terjadi di dalam wilayah yurisdiksi malaysia dan menggunakan kapal milik warga negeri jiran tersebut.


*) pengamat politik dan dewan pengawas Perum LKBN Antara

Oleh Boni Hargens *)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016