Saya Mendagri atas nama pemerintah menyampaikan permohonan maaf."Jakarta (ANTARA News) - Lelaki itu membuka kaca jendela mobil yang dikemudikannya. Mesin ia matikan karena terlalu panas akibat alat pengatur suhu (AC) yang hidup terus menerus. Keringat terlihat mengucur di dahi, sementara wajahnya kelihatan kesal. Anaknya yang masih bayi terdengar menangis kegerahan di dalam mobil di bawah terik matahari bersuhu 39 derajad Celcius.
Di depan mobil yang ditumpangi lelaki dengan keluarganya itu nampak antrean panjang kendaraan roda empat. Begitu pula di belakangnya. Bagian jalan di sebelah kanannya juga sesak antrean mobil, bahkan sampai tiga baris berjejer hingga memenuhi seluruh badan jalan. Ruas jalan selebar enam meter itu, yang biasa untuk lalu lintas dua arah, sudah menjadi satu arah.
Boleh dibilang hampir tidak ada lagi ruang kosong. Ribuan sepeda motor meraung-raung mencari celah agar bisa jalan. Bau asap kendaraan terasa menyesakkan dada. Sesekali seluruh antrean bergerak maju. Tidak jauh, paling-paling hanya 100 meter hingga 200 meter. Setelah itu kembali berhenti total kurang lebih satu hingga dua jam.
Seperti itulah situasi kemacetan yang terjadi di sepanjang jalan Ketanggungan, Larangan (Brebes) hingga pertigaan menuju Purwokerto, Jawa Tengah, pada hari Sabtu (2/7) hingga Selasa (5/7). Dalam situasi seperti itu, jarak jalan yang hanya sekitar 30 kilometer tersebut harus ditempuh dalam tempo sekitar 30 jam.
Tidak masuk akal? Memang, tetapi itulah kenyataannya. Dua stasiun pompa bensin dan beberapa pasar di sepanjang jalur itu ikut memperkeruh kemacetan. Kendaraan yang antre bahan bakar dan orang yang lalu lalang di sekitar pasar cenderung menghambat arus mudik.
Jalur alternatif
Jalan raya Ketanggungan-Larangan-Prupuk sebenarnya merupakan jalur alternatif menuju Jawa Tengah bagian Selatan (Purwokerto, Kebumen, Purworejo sampai ke Yogya). Jalur ini terletak tidak jauh dari pintu keluar tol Pejagan.
Dengan kata lain, kemacetan di ruas jalan itu terjadi akibat tumpleknya arus kendaraan yang keluar dari tol Pejagan. Bisa dibayangkan, jika ruas itu penuh, maka arus dari tol pun akhirnya terhambat, dan kemacetan menjadi semakin panjang di jalan tol.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Brebes, Jawa Tengah, telah merilis bahwa 17 orang meninggal dunia saat mudik Lebaran 2016 mulai dari 29 Juni - 5 Juli 2016.
Penyebab kematian dalam musibah mudik tersebut beragam, selain karena kecelakaan lalu lintas, juga karena terlalu banyak menghirup racun terkait zat asam arang atau apnoe causa CO2 toksic dari pendingin udara kendaraan akibat kemacetan yang panjang dan kelelahan.
Menteri Perhubungan (Menhub) Ignatius Jonan menyatakan tidak percaya bahwa kemacetan bisa menyebabkan kematian. Pernyataan itu mendapat reaksi keras dari masyarakat lewat media sosial. (Baca juga: Menhub: Kemacetan tak sebabkan meninggal dunia)
Sementara itu, Ketua DPR RI Ade Komarudin juga menyatakan bahwa pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sudah berusaha maksimal mengatasi kemacetan lalu lintas pada arus mudik di pintu keluar tol Brebes Timur, Jawa Tengah.
"Kita puas dengan kinerja polisi mengatasi kemacetan di sana," katanya.
Akan tetapi, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo atas nama Pemerintah RI meminta maaf terkait layanan mudik pada 2016, terutama terkait musibah kemacetan panjang di kawasan Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa, khususnya di tol Brebes, yang merenggut korban jiwa tersebut.
"Terjadinya musibah sebagian warga masyarakat pada saat kemacetan di Pantura daerah Kabupaten Brebes, Saya Mendagri atas nama pemerintah menyampaikan permohonan maaf," katanya, seperti diinformasikan oleh Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Puspen Kemendagri) yang diunggah dalam lamannya
Ia mengatakan pemerintah telah berupaya maksimal untuk memberikan pelayanan ke masyarakat saat mudik, mulai dari mempercepat proses pembayaran jalan tol hingga perbaikan jalan.
Oleh karena itu, menurut dia, kejadian tersebut akan menjadi bahan evaluasi pemerintah, khususnya Kementerian Dalam Negeri.
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendesak pemerintah mengusut tuntas meninggalnya pemudik saat mengalami kemacetan di di Brebes Timur.
"YLKI mendesak Kementerian Perhubungan dan Kementerian Kesehatan untuk mengusut tuntas kasus itu, " kata Tulus. Bila perlu, Tulus mengusulkan agar pengusutan dilakukan atau melibatkan tim independen.
Hal itu penting untuk menunjukkan dan membuktikan kepada masyarakat penyebab kematian 17 orang itu disebabkan oleh efek kemacetan arus mudik atau bukan, demikian Tulus.
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016