London (ANTARA News) - Satu dari setiap 10 pengguna Internet menjadi korban penipuan "online" pada tahun lalu dan rata-rata setiap orang tertipu 875 pondsterling, kata suatu survai, Senin.
Banyak yang tidak melakukan langkah dasar untuk melindungi diri saat "online" dan kurang dari setengah petanggap merasa bertanggungjawab secara keseluruhan atas keamanan mereka selama menggunakan Internet.
Enam persen mengalami penipuan saat berbelanja "online", empat persen mengalami penipuan umum dan tiga persen menjadi korban kejahatan terhadap perbankan atau kartu kredit.
Survai terhadap 2.400 orang itu dilakukan "YouGov for Get Safe Online", kelompok bentukan pemerintah, polisi dan perusahaan swasta untuk mengampanyekan keamanan saat menggunakan Internet.
"Kita ingin pengguna berhati-hati saat menggunakan internet, sama seperti jika melakukan transaksi di jalan, misalnya, tidak memberitahu rincian bank atau `password`," kata Menteri Sekretaris Kabinet Pat McFadden.
Hampir setengah dari petanggap mengatakan tidak punya perlindungan terhadap "spyware", piranti lunak komputer, yang secara rahasia mengumpulkan data pribadi saat orang menggunakan Internet.
Seperlima petanggap mengatakan telah mengirim balasan dari pesan "spam" dan 10 persen petanggap meng-"klik" "link" Internet terhubung dengan surat elektronik "spam".
Hampir seperempat petanggap mengatakan semua "password" mereka sama, sedangkan lima persen menggunakan "password" sama untuk setiap laman lokamaya.
Tony Neate, direktur Get Safe Online, mengemukakan, semua orang harus lebih banyak bertindak untuk mencegah penipuan.
"Jika kita memberi perhatian lebih besar untuk melindungi data `online` pribadi, kita dapat mengurangi sebagian besar kejahatan ini," katanya.
"Pesan kami adalah setiap orang harus mengambil lebih banyak tanggung jawab untuk keamanan `online` kita," katanya.
Hampir setengah petanggap merasa bertanggungjawab atas keamanan "online" mereka. Setiap satu dari enam pengguna berpendapat adalah tanggungjawab bank untuk melindungi data mereka dan 13 persen mengemukakan penyedia layanan Internet juga harus dikenai tanggungjawab.
Lebih dari tigaperempat berpendapat harus ada pelajaran di sekolah untuk membantu anak-anak agar tetap aman selama berinternet, demikian Reuters.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007