Jam menunjukkan pukul 01.30 dini hari WIB, Senin, dan udara pagi terasa cukup dingin oleh embun yang mulai turun di area pengisian SPBU Pertamina, di Gombong Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.
Di teras mushola yang berlokasi dekat persawahan itu, Najwa (3 tahun), tampak terlelap di pangkuan ibunya Yasmi Herni (29) yang berusaha melawan kantuk. Sementara sang ayah, Irwan (30), juga tergeletak pulas di atas lantai mushola.
Pasangan muda tersebut baru saja menempuh perjalanan naik motor dari rumah mereka di Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat dengan tujuan Boyolali, Jawa Tengah.
Pasangan muda dengan satu anak itu adalah salah satu dari ribuan warga yang menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi mudik ke kampung halaman.
Area SPBU menjadi pilihan pemudik untuk beristirahat setelah melakukan perjalanan panjang, baik pengendara sepeda motor maupun mobil pribadi.
Area yang oleh para backpacker dikenal dengan sebutan "Hotel Pertamina" itu memang menyediakan berbagai fasilitas, mulai dari toilet, kamar mandi, mushola, dan mini market.
Tapi hampir seluruh pengelola mushola tidak mengizinkan siapa pun untuk tidur di dalamnya, kecuali untuk beribadah.
Akibatnya, pemudik yang tidak kuat menahan kantuk dan lelah, terpaksa tidur di teras luar mushola, termasuk gadis kecil Najwa, meski harus menahan udara dingin.
Pemudik sepeda motor saat ini dilema karena menjadi penyumbang terbesar angka kecelakaan selama arus mudik dan balik lebaran. Sebagian dari korban adalah anak-anak, akibat tidak ada kesadaran dari orangtua mereka sendiri.
Berdasarkan pemantauan Antara sepanjang jalur selatan Jawa mulai dari Jonggol sampai Nagreg dan Yogyakarta, banyak anak-anak yang dibonceng sepeda motor.
Pemandangan yang cukup memprihatinkan adalah ketika anak-anak didudukkan di bagian depan, seolah-olah menjadi pelindung bagi orang tuanya.
Sudah menjadi pemandangan biasa sebuah sepeda motor dinaiki sampai empat orang, termasuk anak-anak dan bayi.
Pemudik motor seperti Irwan mengakui, ia bukannya tidak menyadari risiko yang mengintai di jalanan saat melakukan perjalanan panjang yang tidak seharusnya menggunakan sepeda motor.
"Kalau boleh memilih, siapa sih yang tega bawa anak berpanas-panas dan kehujanan naik sepeda motor? Jaraknya jauh pula," kata pria yang bekerja sebagai tenaga penjual di perusahaan swasta di Jakarta itu.
Ia menegaskan bahwa sepeda motor dipilih karena biaya yang murah dan bisa dipakai berlebaran dikampung.
"Saya tidak punya pilihan lain selain sepeda motor karena memang hanya itu yang saya punya," katanya menambahkan.
Musri Wijaya, pemudik sepeda motor lainnya, juga memberikan jawaban yang hampir sama ketika ditanya alasannya menggunakan sepeda motor.
Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, dalam bincang-bincang di sebuah stasiun televisi swasta juga mengaku tidak bisa berbuat apa-apa mengenai pemudik menggunakan sepeda motor tersebut.
"Karena akibat berbagai keterbatasan tersebut saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali mengimbau. Masak saya melarang mereka untuk bersilaturahim dengan keluarga di kampung," katanya.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi pemudik motor, di antaranya mudik gratis dan membawa sepeda motor secara gratis menuju berbagai kota tujuan.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mengurangi pemudik motor, di antaranya mudik gratis dan membawa sepeda motor secara gratis menuju berbagai kota tujuan.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016