Jakarta (ANTARA News) - Indonesia terus memainkan peran konstruktif di PBB dalam masalah nuklir Iran, karena mempunyai kepentingan sama dengan kepentingan internasional, yaitu dunia bebas dari senjata nuklir. "Usaha diplomatik konstruktif sudah dilakukan, tapi Iran selalu bilang `tidak`. Ini membuat sulit untuk mendukung mereka secara kaku, karena diplomasi, di mana pun, selalu berupa `menerima dan memberi`," kata diplomat senior Wiryono Sastrohandoyo ketika dihubungi di Jakarta, Senin. Menurut mantan dirjen politik itu, Indonesia, Afrika Selatan dan Qatar berusaha membuat resolusi lebih masuk akal, termasuk Indonesia, yang mengusulkan pengayaan uranium dilakukan di Rusia, meski ditolak di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Indonesia sudah berusaha, tapi sikap Iran --yang keras itu-- membuat sulit Indonesia, Qatar dan Afrika Selatan untuk berpihak kepada mereka. Resolusi tersebut, saya kira, disepakati dengan hati berat oleh tiga negara itu," katanya. Ia mengingatkan, hubungan dengan Iran bukan satu-satunya yang dimiliki Indonesia, sehingga Indonesia harus memperhatikan hubungan dengan negara lain. Mengenai tanggapan Iran, Wiryono mengemukakan, Iran mengambil sikap begitu "tinggi", sehingga sulit "turun". "Mungkin, kelanjutannya tergantung pada perkembangan politik dalam negeri di Iran, tapi itu pun sulit, karena keadaan di sana sangat revolusioner," kata mantan dutabesar untuk Austria, Perancis dan Australia tersebut. Lebih lanjut, ia memperkirakan, sikap abstain tidak dipilih Indonesia, karena akan menunjukkan Indonesia tidak punya posisi. "Kita tidak suka pada beberapa hal di resolusi tersebut, namun kita juga menghendaki dunia bebas dari senjata nuklir. Meski kita percaya pada Iran, ada badan atom dunia (IAEA), yang menilai untuk apa nuklir itu," kata Wiryono, yang juga pernah bertugas sebagai wakil tetap Indonesia di markas besar PBB (1980-1982). Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda kepada pers di Jakarta hari Senin mengemukakan, resolusi 1747 Dewan Keamanan itu menjamin prinsip bahwa jika Iran menangguhkan pengayaan uranium, maka pembicaraan nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB juga akan ditangguhkan. Menteri Luar Negeri membantah ada tekanan dari pihak tertentu agar Indonesia menyetujui resolusi itu. "Tidak ada tekanan. Kita bahkan berusaha melakukan amendemen pada rancangan resolusi itu, yang diajukan negara pemegang hak veto dan Jerman, sebagai bukti bahwa kita tidak menerima mentah-mentah itu semua," katanya. Pada Sabtu, 15 anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sepakat mensahkan resolusi berisi penambahan sanksi bagi Iran setelah Teheran menolak menghentikan pengayaan uraniumnya seperti dituntut resolusi sebelumnya. Resolusi nomor 1747 itu, yang disiapkan bersama-sama oleh Inggris, Prancis, dan Jerman, disahkan dalam sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa di markas besar PBB, New York. Resolusi itu menjatuhkan sanksi lebih berat pada Iran, antara lain dengan melarang ekspor senjata serta membekukan aset 28 orang dan organisasi terkait dengan program nuklir dan peluru kendali Iran. Resolusi itu juga menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Iran, yaitu dengan meminta semua negara dan lembaga keuangan internasional tidak membuat komitmen baru dalam rangka hibah, bantuan keuangan dan pinjaman lunak kepada pemerintah Iran. Sebelumnya, Indonesia, Qatar dan Afrika Selatan mengusulkan empat pasal amendemen, yaitu soal penciptaan wilayah bebas senjata nuklir di Timur Tengah; penekanan bahwa perundingan soal penyelesaian masalah nuklir Iran harus dilakukan dengan niat baik; penjelasan pada Annex tentang nama orang dan organisasi terkait nuklir Iran; serta kewajiban negara pemilik senjata nuklir melucuti senjata mereka. Pasal tersebut akhirnya dapat diterima Dewan Keamanan, walaupun tidak secara tegas menyebut "melucuti senjata nuklir". Kalimatnya diubah menjadi "melaksanakan kewajiban traktat non-proliferasi".(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007