Yangon, Myanmar (ANTARA News) - Penyidik HAM PBB, Jumat, mendesak pemerintah Myanmar yang dipimpin pemenang Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, menyelidiki serangan massa pekan lalu di satu masjid dan menindak kekerasan agama.
Dalam salah satu ledakan paling serius dari kekerasan antar-agama dalam beberapa bulan terakhir, sekelompok orang dari sebuah desa di Myanmar tengah pekan lalu menghancurkan satu masjid karena sengketa pembangunannya dan memukuli seorang pria muslim.
Dalam insiden terpisah pada Jumat, umat Buddha di sana membakar ruang doa muslim di utara Negara Bagian Kachin, kata polisi.
Serangan itu menggarisbawahi tantangan Suu Kyi untuk mengatasi warisan pemerintahan junta sebelumnya terkait kekerasan akibar perbedaan agama dan etnis.
Ketegangan agama telah memanas di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha selama hampir setengah abad kekuasaan militer, sebelum meningkat pada 2012 menjadi bentrokan antara muslim Rohingya dan etnis Rakhine Buddha.
Kekerasan antara muslim dan Buddha di bagian lain negara itu terjadi pada tahun 2013 dan 2014. Yanghee Lee, Pelapor Khusus PBB untuk HAM di Myanmar, mengaku prihatin dengan laporan bahwa pemerintah tidak akan menyelidiki serangan pekan lalu di masjid.
"Ini sinyal yang salah. Pemerintah harus menunjukkan bahwa menghasut dan melakukan kekerasan terhadap etnis atau agama minoritas tidak memiliki tempat di Myanmar," kata Lee pada akhir kunjungan 12 hari ke negara itu.
Insiden pidato kebencian, diskriminasi, kebencian, kekerasan dan intoleransi agama yang menjadi perhatian, katanya. "Insiden itu dapat dilihat sebagai serangan terhadap masa lalu, sekarang dan masa depan dari satu komunitas. Sangat penting bahwa pemerintah mengambil tindakan, termasuk dengan melakukan penyelidikan menyeluruh dan menangkap pelaku," katanya.
Saat ia berbicara pada Jumat, polisi setempat dan anggota Liga Nasional Demokrasj, Suu Kyi mengatakan penduduk desa di Negara Bagian Kachin membakar ruang doa muslim setelah sengketa lokasi.
"Kami mencoba untuk bernegosiasi antara mereka untuk menghindari ini menjadi konflik serius, tapi tidak ada yang bisa menghentikan mereka," kata Tin Soe, anggota parlemen NLD dari daerah.
Dia mengatakan massa menyerang polisi yang menjaga lokasi itu dan menghentikan mobil pemadam kebakaran untuk mencapai itu.
Polisi belum menangkap siapapun yang terlibat. "Kami akan mengambil tindakan atas hal ini sesuai dengan hukum, tetapi kami perlu mengikuti instruksi dari atas," kata mayor polisi Kyaw Zaw Oo dari kantor polisi setempat melalui telepon.
Itu "waktu pengingat" bagi pemerintah, Phil Robertson dari Human Rights Watch mengatakan. Dia mengatakan, pemerintah harus "membuat jelas bahwa semua ekstremis yang menghasut kekerasan berbasis agama akan menghadapi hukuman maksimum berdasarkan hukum."
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016