Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia (RI) berharap pemerintah Iran dapat memanfaatkan waktu yang diberikan dalam resolusi 1747 untuk mencari penyelesaian damai bagi isu nuklirnya. "Pemerintah RI berharap Iran dapat memanfaatkan waktu yang diberikan untuk mencari solusi damai dan menyeru kepada negara pemegang hak veto dan Jerman untuk serius mencari penyelesaian damai dan merundingkan masalah ini kembali dengan Iran," kata Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda kepada wartawan di Jakarta, Senin. Menurut Menlu-RI, walaupun Iran diminta untuk mematuhi resolusi dalam waktu 60 hari sesungguhnya resolusi 1747 memberikan prinsip solusi damai daripada sekadar sanksi tambahan. "Resolusi 1747 harus dilihat sebagai kelanjutan resolusi 1737 dan resolusi yang baru disahkan sesungguhnya tidak memuat perubahan mendasar kecuali tiga hal yang memuat embargo senjata, larangan pemberian komitmen baru tentang hibah dan bantuan keuangan kepada Iran," katanya. Dengan kata lain, lanjut Menlu RI, ada elemen sanksi namun bersifat terbatas karena merupakan bagian dari upaya persuasif bagi Iran dan membuka peluang bagi solusi damai. Menurut Hassan, Pemerintah RI tetap konsisten dengan pendapatnya bahwa Iran sebagaimana negara pihak lainnya memiliki hak mengembangkan nuklir untuk tujuan damai, sebagaimana dijamin dalam resolusi 1737 --23 Desember 2006-- dan 1747 --24 Maret 2007-- tentang isu nuklir Iran. "Tetapi sebagai sahabat RI juga mengatakan pada Iran agar Iran bekerjasama dengan IAEA dan menerapkan ketentuan-ketentuan keselamatan dan standar yang diatur dan diawasi oleh IAEA," katanya. Dikatakannya, Dirjen IAEA --Badan Energi Atom Internasional-- di Wina melaporkan bahwa IAEA belum bisa menarik kesimpulan tentang maksud damai dari nuklir Iran dan Iran masih melanjutkan pengayaan nuklir pasca resolusi 1737. "Jadi dengan kata lain resolusi 1737 memang belum dipatuhi Iran," katanya. Pada kesempatan itu Menlu-RI juga menelaskan bahwa resolusi 1747 juga menjamin prinsip jika setelah resolusi itu Iran memutuskan menangguhkan pengayaan uranium maka pembicaraan nuklir Iran di DK-PBB juga akan ditangguhkan. "Lalu apabila Iran menghentikan pengayaan uraniumnya maka resolusi 1747 dan 1737 juga akan dihentikan...serta memuat insentif-insentif yang akan diterima Iran jika mematuhi seruan yang dimuat dalam resolusi," katanya. Menlu RI juga membantah adanya tekanan dari pihak-pihak tertentu agar Indonesia menyetujui resolusi 1747 itu. "Tidak ada tekanan..., kita bahkan berusaha melakukan amendemen kepada rancangan resolusi yang diajukan negara pemegang hak veto dan Jerman sebagai bukti bahwa kita tidak menerima mentah-mentah itu semua," katanya. Sementara itu, 15 anggota DK PBB, termasuk Indonesia, pada Sabtu (24/3) sepakat mengesahkan resolusi yang berisi penambahan sanksi bagi Iran setelah Teheran menolak menghentikan pengayaan uraniumnya. Resolusi DK-PBB No 1747 yang disiapkan bersama-sama oleh Inggris, Prancis, dan Jerman itu, disahkan dalam sidang DK PBB yang berlangsung di Markas Besar PBB, New York, dipimpin oleh Ketua DK-PBB bulan Maret, Dubes Dumisani S Kumalo dari Afrika Selatan. Resolusi 1747 itu menjatuhkan sanksi yang lebih berat kepada Iran antara lain dengan melarang ekspor senjata serta membekukan aset 28 orang dan organisasi yang terkait dengan program nuklir dan misil Iran. Resolusi itu juga menjatuhkan sanksi bidang ekonomi terhadap Iran, yaitu dengan meminta semua negara dan lembaga keuangan internasional untuk tidak membuat komitmen baru dalam rangka hibah, bantuan keuangan dan pinjaman lunak kepada pemerintah Iran. Sebelumnya Indonesia, Qatar dan Afrika Selatan mengusulkan empat poin amendemen, yaitu soal penciptaan zona bebas senjata nuklir di Timur Tengah; penekanan bahwa negosiasi soal penyelesaian masalah nuklir Iran harus dilakukan dengan `niat baik`; penjelasan pada Annex tentang nama-nama orang dan organisasi terkait nuklir Iran; serta kewajiban negara-negara yang memiliki senjata nuklir untuk melucuti senjata mereka. Poin-poin tersebut akhirnya dapat diterima oleh DK PBB walaupun tidak secara tegas menyebut `melucuti senjata nuklir`, namun diubah bahasanya menjadi `melaksanakan kewajiban-kewajiban traktat non-proliferasi`. Lima negara anggota Dewan Keamanan dengan hak veto adalah AS, Inggris, Perancis, Rusia dan China. Sementara 10 negara anggota tidak tetap DK-PBB tanpa hak veto adalah Indonesia, Afrika Selatan, Qatar, Italia, Belgia, Slovakia, Panama, Peru, Ghana, dan Kongo.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007