PP tentang pembentukan holding BUMN nantinya tidak akan mengatur tentang mekanisme terkait penggabungan antara PGN dan Pertagas,"

Jakarta (ANTARA News) - Peraturan Pemerintah (PP) Holding BUMN Migas yang sedang dirancang, tidak mengatur penggabungkan antara anak usaha Pertamina yakni Pertamina Gas (Pertagas) dan PT Perusahaan Gas Negara (PGN), kata Deputi Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Aloysius K Ro.

"PP tentang pembentukan holding BUMN nantinya tidak akan mengatur tentang mekanisme terkait penggabungan antara PGN dan Pertagas," kata Aloysius di Jakarta, Jumat.

Alasannya, menurut dia, karena mekanisme tersebut murni aksi korporasi oleh Pertamina sehingga semua diserahkan kepada BUMN tersebut.

Jika Pertamina memang menolak penggabungan tersebut, tambahnya, tentu penggabungan Pertagas dan PGN tidak akan terjadi.

Direktur Eksekutif Center for Energy Policy M. Kholid Syeirazi menilai pembentukan holding selain meningkatkan sisi finansial, juga akan membuat tata kelola lebih baik, karena BUMN yang ada saat ini akan menjadi lebih solid dan sinkron dampaknya, akan membuat energi Tanah Air lebih berdaulat.

Kondisi demikian, menurut Kholid tentu berbeda dibandingkan saat ini yang mana selama ini tidak ada kendali komando sehingga BUMN sering jalan sendiri-sendiri dan terjadi persinggungan, misalnya masalah pipa open acces yang masih sering terjadi perdebatan.

Dampak tidak solidnya BUMN, menurut Kholid, sangat luar biasa, salah satunya, adalah mahalnya harga gas di Tanah Air, dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam.

"Saat ini, persinggungan itu masih kuat, dan itu yang membuat tidak efisien dan mahal. Misalnya, sekarang PGN tidak mau open access terhadap pipa transmisi dia. Padahal hal ini membuat struktur harga (pricing structure) menjadi berlapis, yang ada akhirnya akan berpengaruh terhadap harga jual yang tinggi ke konsumen," kata Kholid.

Dia menambahkan, yang tak kalah penting, keberadaan holding BUMN akan mempertegas pola dua kaki yang terbukti sangat baik, karena selama ini, Indonesia menerapkan tiga kaki seperti di Norwegia. Namun kenyataannya, banyak negara lain yang juga gagal, seperti Aljazair, Nigeria, dan bahkan Indonesia.

Itu sebabnya, lanjut Kholid, PGN memang sebaiknya beriskap legowo. Sebab, meski merupakan perusahaan publik, namun jangan lupa bahwa sebagian besar saham adalah milik pemerintah.

Pewarta: Subagyo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016