Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menilai dibatalkannya reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta merupakan risiko yang harus diterima pihak pengembang.
"Kalau dihentikan, ya itu risiko pengembang karena membahayakan berbagai kepentingan," kata Rizal dalam rapat koordinasi Penanganan Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Jakarta, Kamis.
Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurrahman Wahid itu menuturkan, setelah komite gabungan yang dibentuk untuk menuntaskan masalah reklamasi Teluk Jakarta memberikan rekomendasi pembatalan reklamasi Pulau G, pihaknya akan menyerahkan proyek tersebut kepada pemerintah.
"Apakah diambilalih negara, untuk reboisasi (penghijauan) atau konservasi agar tidak membahayakan, itu akan kami bongkar. Pokoknya kalau penggunaannya untuk reboisasi, kehutanan atau lingkungan hidup, why not (kenapa tidak)?" katanya.
Setelah rakor yang dihadiri oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan, Deputi Gubernur DKI Jakarta bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Oswar Muadzin Mungkasa, serta perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut, Rizal mengatakan pemerintah akan kembali melakukan rapat agar rekomendasi tersebut bisa diimplementasikan melalui keputusan yang ditandatangani para menteri terkait.
"Tujuannya biar ini di-enforce (ditegakkan). Kami tidak mau mengandalkan hanya sekedar proses hukum karena pengembang bisa sewa pengacara top, sogok-sogok. Dalam waktu dekat harus dilakukan (keputusan tertulisnya)," katanya.
Rizal juga menegaskan telah melakukan kesepakatan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menindak siapapun yang bersalah dalam kasus reklamasi Teluk Jakarta.
"Tapi soal pengembangan, pemerintah yang akan memutuskan," ujarnya.
Pemerintah secara resmi membatalkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta lantaran dinilai melakukan pelanggaran berat karena membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut dan proyek vital.
Pengembang Pulau G, yang merupakan anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudera, dinilai melakukan pelanggaran berat karena membangun di atas jaringan kabel listrik milik PT PLN (Persero).
Pulau itu juga dinilai mengganggu lalu lintas kapal nelayan yang seharusnya bisa dengan mudah berlabuh di Muara Angke.
Rizal menyebut, berdasarkan analisa Komite Gabungan, reklamasi Pulau G juga dibangun sembarangan secara teknis karena dampaknya yang merusak lingkungan hingga membunuh biota.
Dalam rakor tersebut, diputuskan pula sejumlah pulau reklamasi yang melakukan pelanggaran sedang dan ringan, selain pelanggaran berat yang dilakukan pengembang untuk Pulau G.
Pulau C, D dan N dinilai melakukan pelanggaran sedang, di mana pihak pengembang diminta melakukan sejumlah perbaikan dan pembongkaran.
Pulau C dan D yang saat ini menyatu diminta untuk dipisah dengan kanal selebar 100 meter dan sedalam 8 meter agar bisa dilalui lalu lintas kapal dan agar tidak meningkatkan risiko banjir.
Sementara Pulau N yang merupakan bagian dari proyek pembangunan Pelabuhan Kalibaru (New Priok Container Terminal 1) milik Pelindo II dinilai melakukan pelanggaran teknis dan lingkungan hidup.
"Pengembangnya setuju untuk memperbaiki. Jadi boleh diteruskan agar rapi dan pelanggaran yang dilakukan diperbaiki," kata Rizal.
Sementara itu, pelanggaran ringan dinilai berdasarkan masalah administrasi dan proses pembangunan.
Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016