Jakarta (ANTARA News) - "Sebagai rasa terima kasih kepada negara, saya ikhlas menyerahkan dua medali terbaik yang saya raih sebagai koleksi Museum Olahraga Nasional," kata Thio Hok Seng, mantan atlet angkat berat era 1980-an.
Dua medali emas yang diraih di kejuaraan dunia di Peru pada 1987 dan 1988 di Luksemburg itu, secara resmi diserahkan kepada Rijal Fajarnur, pegawai Museum Olahraga Nasional di Taman Mini Indonesia Indah Jakarta yang secara khusus datang ke Padang beberapa waktu lalu.
Hong Seng, demikian panggilan sehari-hari pria kelahiran 1963 itu, sebenarnya punya banyak puluhan koleksi medali dari berbagai kejuaraan, baik nasional maupun internasional.
Tapi semua koleksi medali tersebut bukannya dipajang rapi di lemari di rumah, tapi malah disimpan di kaleng roti, termasuk dua emas yang diraih pada kejuaraan dunia tersebut.
"Dari pada saya simpan di kaleng roti, lebih baik saya serahkan ke museum agar bisa dilihat banyak orang," kata pria sederhana itu.
Kecintaan Hok Seng terhadap angkat berat tidak luntur meski tidak lagi sebagai atlet dan ia pun sekarang fokus sebagai pelatih.
Penghargaan dari Kemenpora pada 2007 berupa sebuah unit rumah sebagai apresiasi kepada mantan atlet berprestasi di tingkat internasional, membuat Hok Seng semakin mantap untuk terus menggeluti cabang olahraga yang telah membesarkan namanya.
"Saat ini saya sedang fokus mempersiapkan lifter Sumatera Barat menghadapi PON 2016 Bandung pada September mendatang," katanya.
Kepala Kepala Museum Olahraga Nasional (MON) Herman Chaniago menyambut baik keikhlasan yang telah diperlihatkan oleh Hong Seng yang secara suka rela bersedia menyerahkan medali untuk disimpan sebagai koleksi museum.
"Medali-medali yang diraih oleh Thio Hong Seng maupun atlet lainnya, jelas tidak bisa dinilai dengan uang. Saya sangat berterima kasih kepada mereka yang bersedia menyerahkannya sebagai koleksi museum," kata Herman.
Sebelumnya, museum tersebut mendapatkan koleksi Doni Tata, pembalap Indonesia pertama yang tampil di Grand Prix 250 cc (2008) berupa sejumlah properti balapannya seperti helm, baju balap, sepatu, hingga beberapa piala yang menjadi saksi keandalannya di atas sepeda motor.
Diantara koleksi Doni Tata yang paling berharga adalah helm, karena cuma diproduksi sebanyak empat buah oleh produsen di Italia. Dua dari hel tersebut diberikan kepada tim, satu disimpan sendiri, sementara satu lagi diserahkan untuk museum.
Dalam waktu dekat, Herman Chaniago berharap koleksi museum yang dipimpinnya akan bertambah lagi, yaitu milik bintang bulutangkis Taufik Hidayat dan pebalap Formula Satu Rio Haryanto.
Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016