Banda Aceh (ANTARA News) - Praktek pengutan liar (pungli) yang dilakukan oknum tertentu hingga kini masih menjadi momok bagi para supir mobil barang (mobar) pada lintasan jalan raya dari dan ke Banda Aceh-Medan, Sumatera Utara (Sumut).
"Pungutan tidak resmi dari supir truk (mobar) masih ada di beberapa titik, masing-masing supir ditagih antara Rp5.000 sampai Rp10.000 pada setiap melintasi pos mereka," kata Ketua Bidang Unit Truk (BUT) DPD Organda NAD Moeslem kepada ANTARA News di Banda Aceh, Senin.
Beberapa waktu lalu, pungli terhadap supir mobar cukup marak hampir di semua lintasan dalam wilayah Aceh, namun kini sudah berkurang dan hanya tinggal sekitar empat titik lagi, terutama pada ruas jalan Banda Aceh-Sumut.
"Praktek pungli yang masih ada saat ini tinggal di pos Simpang Cunda, Lhksukon, Alue Ie Putih dan Panton Labu, sedangkan lainnya sudah tidak ada lagi," katanya.
Dalam keterangan yang didampingi Ketua DPU Truk DPC Organda kota Banda Aceh Usman, ia menyebutkan penertiban praktek tidak terpuji itu harus segera dihapuskan guna menjaga citra daerah dari tindakan segelintir oknum tidak bertanggung jawab.
"Para supir mobar sulit menolak permintaan tidak resmi dari oknum tertentu yang beroperasi di jalanan karena akan terganggu kelancaran menuju daerah tujuan," tambah Moeslem.
Sebagai contoh disebutkan, jika permintaan oknum yang menunggu di pos-pos tertentu tidak dipenuhi maka mereka akan berurusan panjang dan bertele-tele dengan mereka, sehingga kendaraan tidak boleh bergerak dari tempat itu.
Menurut Moeslem, arus kendaraan mobar yang lalu-lalang dari dan ke Aceh-Sumut setiap harinya selama ini rata-rata 400 unit dengan mengangkut berbagai jenis sembako dan bahan bangunan untuk keperluan rekonstruksi di Aceh.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007