London/Brussel (ANTARA News) - Sejumlah pemimpin Eropa meminta Inggris bertindak cepat demi membatasi kekacauan politik dan ekonomi dunia akibat hasil penentuan pendapat rakyat "Brexit".
Meski sejumlah pasar keuangan sudah menunjukkan tanda perbaikan, perdagangan masih bergejolak.
Di Inggris, sudah tiga lembaga pemeringkat kredit menurunkan nilai utang negara tersebut. Di sisi lain, sejumlah perusahaan menyatakan menghentikan sementara pembukaan lapangan kerja dan bahkan berpeluang melakukan pemecatan besar-besaran.
Kini, pemimpin Eropa khawatir akan dampak buruk kekacauan ekonomi di Inggris di negara mereka, terutama oleh ketidakpastian mengenai kapan Inggris keluar dari Uni Eropa.
Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker berjanji meminta Perdana Menteri Inggris David Cameron "menjelaskan secepat mungkin" sikap negaranya.
"Kami tidak bisa menanggung ketidak-pastian ini terus-menerus," kata Juncker saat berpidato di depan Parlemen Eropa.
Cameron sendiri sudah menyatakan akan mundur dan menyerahkan semua proses perundingan syarat-syarat keluarnya Inggris dari Uni Eropa kepada penerusnya. Partai Konservatif, tempat Cameron berasal, akan memilih pemimpin baru pada September.
Cameron tiba di Brussel pada Selasa dan langsung bertemu dengan Juncker tanpa memberi keterangan kepada media. Dia juga akan bertemu dengan pemimpin negara-negara Eropa lain sebelum menyampaikan pidato resmi dalam acara makan malam.
Anggota Parlemen Eropa ingin agar Cameron menyampaikan secara resmi mundurnya Inggris dari Uni Eropa dalam acara makan malam tersebut. Namun pejabat lain menyatakan hal tersebut tidak mungkin mengingat kekacauan politik di London di mana Partai Konserfatif dan Partai Buruh sama-sama terpecah.
Partai Konservatif kini terbelah menjadi kelompok pro dan anti-Uni Eropa. Sementara pemimpin Partai Buruh harus menghadapi mosi tidak percaya dari anggotanya sendiri karena dituding tidak sepenuhnya mendukung kampanye dukungan untuk Uni Eropa.
Palsu
Kelompok pendukung pro-"Brexit" berharap Inggris bisa membatasi jumlah pendatang tanpa kehilangan akses terhadap pasar bebas di Eropa-- harapan yang tidak sesuai dengan aturan dalam kelompok beranggotakan 28 negara tersebut.
Kanselir Jerman Angela Merkel sudah menegaskan bahwa Inggris tidak bisa memilih aturan Uni Eropa semau sendiri, seperti menikmati akses pasar tunggal tanpa menerima prinsip kebebasan lintas batas negara.
"Saya hanya bisa menasihati Inggris untuk tidak membodohi diri sendiri," kata Merkel.
Dampak dari kekacauan politik dan ekonomi di Inggris nampaknya akan menyebar ke luar batas negara tersebut. Presiden Bank Sentral Eropa, Mario Draghi, mengatakan bahwa negara-negara di seluruh dunia harus menyiapkan kebijakan moneter untuk memitigasi dampak negatif di Inggris.
Sementara itu, Wakil Direktur Pelaksana IMF, Zhu Min, mengatakan bahwa Brexit menciptakan ketidak-pastian politik besar yang akan menekan pertumbuhan ekonomi global.
Di Asia, terutama China, sejumlah indeks pasar saham naik mencapai tingkat tertinggi dalam tiga pekan belakangan. China terlindungi dari dampak Brexit akibat kebijakan pembatasan keluar masuk modal.
"Sangat sulit menghindari gejolak jangka pendek dalam pasar keuangan China, tapi kami tidak akan membiarkan gejolak itu menjadi tidak terkendali," kata Perdana Menteri China, Lo Keqiang dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di kota Tianjin, demikian Reuters melaporkan.
(U.G005)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016