Jakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo menyetujui rencana pembentukan lembaga eksaminasi putusan Mahkamah Agung (MA) agar kepercayaan masyarakat terhadap hukum tidak terus menurun.
Hal itu disampaikan Ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia, (APPTHI) Dr Laksanto Utomo usai menghadap Presiden di Jakarta, Selasa.
Menurut Laksanto, Presiden Jokowi prihatin terhadap perkembangan hukum akhir-akhir ini, apalagi banyak oknum aparat penegak hukum justru tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Karena itu, Presiden meminta kajian yang lebih mendalam terhadap keberadaan lembaga eksaminasi agar tidak tumpang tindih dengan tugas dan fungsi Komisi Yudisial (KY).
Menjawab pertanyaan itu, kata Laksanto, APPTHI sudah membuat tim teknis yang terdiri dari Prof Dr Ade Saptomo, Prof Dr Faisal Santiago, Dr Ahmad Sudiro dan dibantu beberapa dekan Fakultas Hukum dari Universitas Muslimin Indonesia (UMI) Makassar dan Universitas Sultan Agung, Semarang.
Tugas KY adalah mengawasi bidang perilaku hakim, sementara lembaga eksaminasi bertugas melakukan iji petik terhadap putusan khususnya dari MA.
Mengapa hanya putusan MA karena lembaga itu sebagai ujung tombak terakhir dari para pencari keadilan, katanya.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kajian akademik terhadap keberadaan lembaga eksaminasi dapat diserahkan kepada presiden," katanya.
Presiden dalam pertemuan itu didampingi Menteri Sekretaris Negara Prof Dr Pratikno, Menristek Dikti Prof Dr M Nasir dan Staf Khusus bidang Komunikasi Presiden, Johan Budi.
Laksanto mengatakan APPTHI beranggota 170 perguruan tinggi hukum swasta nasional dan lebih dari 40 dekan FH hadir dalam pertemuan itu.
Karut-marut di ranah pengadilan, kata dia, tidak lepas dari peran MA dan kepercayaan masyarakat terhadap hukum harus dikembalikan.
"Sangat berisiko jika masyarakat tak lagi percaya pada hukum, katanya, seraya memberikan contoh, ada putusan pailit sebuah perusahaan yang sudah go public," katanya.
Logika hukum perusahaan yang dipailitkan itu mestinya harga sahamnya turun, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. "Hal itu karena masyarakat tak lagi percaya pada hukum," katanya.
Penegakan hukum dan keadilan oleh badan peradilan memiliki tujuan utama, yakni menjamin adanya kepastian hukum serta memberikan kemanfaatan dan keadilan kepada masyarakat, khususnya para pencari keadilan (justiciabelen).
Namun jika lembaga tinggi bidang hukum sudah tak lagi dipercaya, maka Indonesia sebagai negara hukum dapat terancam.
Paket hukum
APPTHI pada kesempatan itu juga meminta Presiden untuk meluncurkan paket hukum. Saat ini Presiden Joko Widodo lebih suka menerbitkan paket ekonomi ketimbang hukum.
"Jika kita tanya kepada para investor paket ekonomi dari pemerintah sudah lebih dari cukup, namun tidak banyak artinya jika paket ekonomi itu tidak disertai dengan kebijakan bidang hukum," kata Dekan FH Pancasila, Ade Saptomo.
Paket hukum, kata Ade, harus disandingkan dengan paket ekonomi agar dapat memperkuat landasannya. "Investor asing akan merespon berbagai kebijakan ekonomi nasional jika punya landasan hukum yang kuat.
Itu sebabnya, APPTHI juga meminta adanya paket hukum seperti berbaikan di bidang pelayanan, putusan hakim yang mudah di akses dan perlunya restrukturisasi kelembagaan di tubuh MA. Hal itu dibutuhkan agar membantu memulihkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang kian menurun.
Pewarta: Theo Yusuf
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016