Jakarta (ANTARA News) - Tidak banyak orang dikaruniai usia panjang sampai 80 tahun dalam keadaan sehat dan bersemangat, tetap bermakna bagi sesama. Di antara yang sedikit itu adalah Prof. Dr. Bacharuddin Jusuf Habibie, presiden ketiga Republik Indonesia. Sabtu, 25 Juni, 2016, ia genap berusia 80 tahun, dirayakan dengan acara buka bersama anak, cucu, menantu, kerabat dan teman-teman dekatnya.

Di antara tamu dalam acara bukber (buka puasa bersama) itu adalah Presiden Jokowi (Joko Widodo) dan Wakil Presiden M. Jusuf Kalla, ekonom senior dan mantan menteri jaman Orba, Prof. Dr. Emil Salim dan ustadz terkenal dan mantan menteri agama, KH Prof. Dr. Quraish Shihab.

Pak Habibie atau Pak BJH, begitu ia biasa dipanggil oleh anak buahnya, atau Mas Rudy (atau Rudy saja) oleh kerabat dan teman-teman dekatnya tampak ceria dan seperti biasanya: semangatnya menyala-menyala.

Bukber itu diawali oleh sholat Magrib bersama di ruang perpustakaan pribadi BJ Habibie yang dipenuhi buku-buku yang ditata rapi di rak-rak tinggi, menempel di dinding. Pak Habibie, sholat dengan disediakan kursi untuk duduk, menempati shaf pertama di belakang imam bersama Pak Jokowi, Pak JK, Pak Emil Salim dan Pak Quarish Sihab.

Makmum sholat itu termasuk Ical Bakrie, pengusaha dan mantan Ketum Golkar, Prof. Dr. Jimly Assidiqi, Ketum ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), para mantan pejabat teras Kemenristek/BPPT, IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia atau DI) dan sejumlah mantan pengurus dan aktivis ICMI.

Ribuan orang (atau minimal ratusan-jumlah persisnya perlu dicek lagi) hadir, baik yang diundang maupun hadir sendiri secara suka rela, memenuhi kompleks rumah pribadi Pak Habibie yang besar, meluber sampai ke halaman dan Jalan Patra Jasa, kompleks Pertamina, Kuningan, Jakarta Selatan.

Singkat kata: suasana khidmat di ruang sholat dan meriah di beberapa ruangan dan halaman di mana tersaji aneka macam makanan dan minuman untuk berbuka, di sela-sela karangan bunga ucapan ulang tahun.

Karena banyaknya hadirin, sholat berjamaah dilakukan secara bergantian di ruang perpustakaan, yang pada hari-hari biasa dipakai untuk menerima tamu dan berdiskusi, itu dengan berbagai maket bermacam jenis pesawat terbang tertata rapi di atas meja. Maklum, Pak Habibie adalah seorang perancang pesawat terbang kelas dunia.

Hadirin sore itu adalah tokoh-tokoh dan anggota masyarakat biasa multi lintas: usia, jender, suku/etnis, budaya, agama, politik dan profesi, baik dari dalam dan luar negeri. Di antaranya, tampak Sukmawati Sukarnoputeri, putri Bung Karno, Mien Uno, Romo Frans Magnis Suseno, Dubes Jerman, Georg Witschel.

Banyak orang muda hadir. Maklum, mereka juga diundang bersama para penonton film "Rudy Habibie" produksi Manoj Punjabi (MD) Picture, yang sebelumnya memproduksi "Habibie-Ainun", film terlaris Indonesia. Habis "nobar" (nonton bareng) mereka diajak berbuka puasa di rumah.


Selalu berprasangka baik

Apa rahasia Pak Habibie tetap tampak sehat dan bersemangat menyala pada usia 80? Tentu, itu berkat dijaga oleh sejumlah dokter, termasuk tim dokter kepresidenan, dan (dulu) diawasi ketat oleh dokter pribadi, yakni istrinya sendiri Dr. Hasri Ainun Habibie. Ia juga rajin olah raga, terutama berenang di kolam renang rumahnya. Masih kuat berenang satu jam non stop.

Tetapi, yang tak kalah penting, menurut pengamatan saya, adalah sikap hidup Pak Habibie yang selalu optimistis, berpikir positif, berprasangka baik terhadap semua orang dan meningkatkan kualitas kehidupan spiritualnya, yakni dengan rajin beribadah, sholat tahajud, dzikir, mengaji, berpuasa dan berdoa.

Pak Quraish Sihab waktu memimpin doa pada acara HUT itu memohon kepada Allah agar Pak Habibie dikaruniai panjang usia dan kesehatan agar dapat terus berkarya untuk bangsa Indonesia. Pak Quraish juga mengungkapkan bahwa orang yang bisa mencapai usia 80 tahun, semua dosanya diampuni Allah dan jika bisa sampai berusia 90 tahun, ia diberi karunia untuk memintakan ampun atas dosa anggota keluarganya. Serentak hadirin menyahut: "Amiieen".

Habibie yang didoakan itu tampak bahagia, penuh syukur. Ia segera memotong tumpeng. Potongan pertama diberikan kepada Pak Jokowi dan yang kedua untuk Pak JK.

Habibie bukan hanya berpikir positif, berprasangka baik dan rajin berdoa. Tetapi, ia juga terus membaca, menulis, bekerja dan berkarya yang bermakna untuk orang banyak, terutama Indonesia. Salah satu contohnya, adalah rancangan pesawat terbang baru, R 80.

Memang sepeninggal istri yang sangat dicintainya (tahun 2010), kesehatan Pak Habibie tampak menurun. Agar tidak larut dalam suasana sendu-rindu, ia menulis sejumlah buku, termasuk yang kemudian difilmkan itu. Menurunnya kondisi kesehatan itu normal, alamiah, sejalan dengan bertambahnya usia.

Tentang kesehatannya, ia sering bilang dengan semangat tinggi: "Saya ini sudah 80 tahun". Itu diucapkannya sejak beberapa tahun sebelumnya seraya menambahkan; "80 kurang satu, dua, tiga". Ia pun lebih senang dipanggil "eyang" (kakek) oleh generasi muda, termasuk oleh Reza Rahardian dan Bunga Citra Lestari, masing-masing pemain Habibie dan Ainun dalam film.

Ketika sejumlah media sosial mengunggah hasil penelitian bahwa BJH orang ber-IQ tertinggi di dunia, yakni 200, di atas Albert Einstein, ia tampak tidak begitu peduli. "Bagaimana tahu, IQ saya di atas Einstein? Saya sendiri tidak pernah diukur untuk itu?," komentarnya singkat. Ia tidak berkomentar atas penilaian banyak orang yang menyayangkan Indonesia tidak memanfaatkan dirinya, yang diakui oleh dunia.

Juga waktu diberitakan bahwa penghasilannnya bertambah belasan miliar rupiah setiap bulan berkat royalti hak paten atas puluhan temuannya di bidang iptek di dunia, ia hanya mengangkat bahu. "Bagaimana mereka tahu, saya tidak pernah ditanya? Kalau itu betul, saya tidak perlu kesana-kemari mencari dukungan finansial untuk biayai program R 80," katanya.

Yang terjadi adalah: sejak diberitakan penghasilannya terus naik, ia kebanjiran proposal minta sumbangan, termasuk untuk renovasi rumah. Atas kritik (dan sebagian fitnah) terhadap dirinya selama ini, Habibie hanya berkomentar: "Terima kasih telah sudi memikirkan saya".

"Quatsch, Quatsch" (non sense, omong kosong), tukas Habibie ringkas, dalam bahasa Jerman seraya tertawa tergelak dengan sinar mata menyala seperti biasa.


*Penulis adalah wartawan senior, pengamat media, Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi LKBN ANTARA periode 1998-2000, dan Direktur Utama Radio Republik Indonesia (RRI) periode 2005-2010.

(T.A015/E001)

Oleh Parni Hadi*
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016