Cirebon (ANTARA News) - Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat,menggelar tradisi "maleman" dalam rangka menyambut sepuluh hari terakhir Ramadhan yang dikenal dengan keutamaannya berupa Lailatul Qadar dan umat Muslim pun diimbau memperbanyak doa dan dzikir.
"Hajat maleman digelar setiap malam ganjil dalam rangka Lailatur Qadar, pada hajat maleman kami dari keraton mengirim minyak kelapa, lilin dan ukup ke Astana Gunung Jati atau komplek makam Sunan Gunung Jati," kata Sultan Keraton Kasepuhan Sultan Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat di Cirebon, Minggu.
Sultan mengatakan tradisi itu sudah turun temurun dan juga ada filosofi yang terkandung dalam tradisi itu, yakni lilin dan minyak kelapa itu dinyalakan dengan kapas setiap malam ganjil pada sepuluh hari akhir Ramadhan.
Selain lilin dan minyak kelapa, dibakar pula ukup sebagai pengharum ruangan.
"Filosofinya, setiap sepuluh hari terakhir Ramadhan, terutama setiap malam ganjil, kita harus selalu siap tak tidur," ujar Sultan.
Tradisi itu dimulai Minggu malam di makam Sunan Gunung Jati, mulai dari atas hingga bawah makam Sultan Sepuh XIII, juga di Keraton Kasepuhan Cirebon.
Untuk itu pada pagi tadi para kaum ibu wargi keraton dengan dipimpin Raden Ayu Sarifah Isye Natadiningrat yang merupakan istri Sultan Arief, mengadakan saji ukup lilin dan delepak untuk dikirim ke Astana Gunung Jati.
Seluruh saji itu kemudian dibawa dari Keraton Kasepuhan ke Astana Gunung Jati oleh lima kraman Astana Gunung Jati yang membawa tombak, kotak, payung dan gerbong.
Menurut Sultan tradisi ini merupakan salah satu dakwah sejak zaman Sunan Gunung Jati yang mengandung makna filosofis.
"Untuk umat Islam untuk terjaga dari tidur dan lebih banyak berdoa, berdzikir, membaca Al Quran, shalat sunah dan ibadah lainnya," ujarnya.
"Dengan begitu, diharapkan para malaikat yang membawa rahmat Allah lailatul qadar datang kepada umat," lanjutnya.
Pewarta: Khaerul Izan
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016