Banda Aceh (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) masih memproses rancangan Qanun (peraturan daerah) tentang pencurian yang lebih dikenal dengan Qanun potong tangan, sesuai aspirasi masyarakat dan tidak bertentangan dengan HAM. "Saat ini Qanun potong tangan masih dalam proses. Kita juga masih menunggu masukan dari masayarakat untuk penyusunan qanun tersebut," kata Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi NAD, Al Yasa` Abubakar, di Banda Aceh, Sabtu. Dalam qanun itu, hukuman potong tangan diberlakukan bila memenuhi beberapa syarat. Pertama harta curian sebanyak yang dikenakan zakat. Kedua, harta dicuri betul-betul dari tempat penyimpanan. Jadi, pencopet tidak dianggap mencuri yang kena potong tangan. Kemudian ketiga, melawan hukum, suatu hal yang tidak bisa dianggap benar misalnya dua pihak berkongsi, kemudian salah satu "mengambil". Hal itu tidak bisa dikategorikan melawan hukum karena sebenarnya dia punya hak atas barang yang diambil. Dia mengatakan setelah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Rancangan Qanun, diperoleh beberapa masukan yang telah diakomodasi, antara lain pertama hukuman potong tangan hanya dijatuhkan kalau sebelumnya sudah pernah dihukum karena mencuri. Kedua, si pencuri benar-benar terbebas dari subhat, betul-betul meyakinkan bahwa dia bukan karena terdesak. Ketiga bahwa harta itu betul-betul bukan milik dia. Bagaimana membuktikannya, kalau harta itu benar-benar sudah lepas dari hak publik. Sebelumnya Qanun potong tangan diharapkan selesai 2007 sehingga dapat menghilangkan segala bentuk pencurian di provinsi berjuluk 'Serambi Mekah' itu. "Saat ini sedang dilakukan finalisasi rancangan Qanun. Sebelumnya tim penyusun telah mensosialisasikan melalui media massa harian lokal serta beberapa instansi yang dianggap dapat memberikan masukan," katanya. Dia mengaku tidak berani menjamin Qanun tersebut dapat segera selesai karena saat ini saja masih di tangan eksekutif dan belum masuk ke pihak DPRD untuk dibahas. Diperkirakan membutuhkan waktu lama memproses Qanun yang dianggap kontroversial itu. (*)
Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007