New York (ANTARA News) - Pilihan mengejutkan Inggris meninggalkan Uni Eropa memicu aksi jual minyak besar-besaran pada Jumat (24/6), dengan harga minyak mentah anjlok sekitar lima persen di tengah kekhawatiran pertumbuhan global dapat melambat lebih lanjut.
Para analis mengatakan bahwa investor minyak mentah juga beralih ke aset-aset yang lebih aman setelah Inggris memilih keluar dari Uni Eropa (Brexit) dalam referendum, mendorong volatilitas besar di seluruh pasar-pasar.
Kontrak utama New York, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Agustus turun 2,47 dolar AS menjadi berakhir di 47,64 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Di London, minyak mentah Brent North Sea, yang menjadi patokan global, untuk pengiriman Agustus turun 2,50 dolar AS menjadi menetap pada 48,41 dolar AS per barel.
Harga minyak mentah merosot karena pilihan Brexit mendorong penghindaran risiko besar-besaran di kalangan investor di tengah melonjaknya kekhawatiran tentang dampak Brexit di Inggris dan ekonomi zona euro.
Kubu "Tinggalkan" Uni Eropa memenangkan referendum Inggris pada Jumat pagi, dengan mendapatkan hampir 52 persen suara, menarik negara itu keluar dari blok 28 negara Uni Eropa (UE) setelah menjadi anggota selama 43 tahun.
Pilihan Brexit mendorong tingkat baru ketidakpastian ke pasar, dengan para ekonom memperkirakan bahwa perpecahan akan memukul ekonomi Inggris secara signifikan, mungkin mendorongnya ke dalam resesi tahun depan, dan menyeret turun pertumbuhan Eropa secara keseluruhan.
"Resesi menyebabkan harga minyak rendah dan pecahnya Inggris dengan Uni Eropa menimbulkan kekhawatiran resesi di Eropa," kata James Williams dari WTRG Economics seperti dikutip kantor berita AFP.
Selain itu, kata dia, proses pengaturan pemisahan akan berjalan panjang dan sulit.
"Setiap judul utama pada negosiasi untuk dua tahun ke depan memiliki potensi untuk menggerakan pasar minyak," katanya.
Tim Evans dari Citi Futures memperingatkan bahwa pergerakan pasar minyak pada Jumat hanya reaksi awal dan bukan penyesuaian penuh terhadap keputusan Inggris.
"Kami pikir kepercayaan telah terguncang dan bahwa kurangnya pengetatan secara fisik terpapar oleh penurunan awal, menyebabkan gelombang penjualan lebih lanjut," kata Evans.
Terlepas dari kerugian -- yang terjadi setelah pedagang meningkatkan tawaran minyak di tengah harapan pilihan "Tetap" (di Uni Eropa) -- harga minyak mentah yang masih dekat dengan tingkat tinggi untuk tahun ini, dibantu oleh lebih banyak tanda-tanda pengetatan.
Matt Smith dari ClipperData menunjuk pada kontraksi persediaan minyak Arab Saudi yang dalam enam bulan terakhir lebih tajam daripada rekor kapanpun.
Di Amerika Serikat, jumlah rig pengeboran minyak aktif -- indikator produksi masa depan -- turun tujuh rig menjadi 337 rig setelah bertambah selama tiga minggu berturut-turut.
"Kami mulai melihat penurunan produksi minyak dunia dengan penurunan alami, kurangnya pengeboran baru dan perselisihan," kata Williams.
"Dunia sedang membakar beberapa kelebihan persediaan yang telah dibangun, yang adalah konstruktif."
Seperti dilansir kantor berita Xinhua, harga minyak juga mendapat tekanan dari dolar AS yang lebih kuat, dengan indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, naik 1,78 persen menjadi 95,197 pada akhir perdagangan.
Penguatan dolar AS memperlemah sentimen investor, membuat minyak yang dalam denominasi dolar AS kurang menarik bagi pemegang mata uang lainnya.
Para analis mengatakan kemungkinan penghindaran risiko yang lebih tinggi akan membuat harga minyak sulit kembali menjadi 50 dolar AS per barel dalam waktu dekat. (Uu.A026)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016