Surabaya (ANTARA News) - Avian Influenza Research Center (AIRC) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya siap membantu pihak kepolisian untuk mengkaji vaksin palsu yang telah terbongkar di Tangerang Selatan pada Rabu (22/6) lalu.
Ketua "AIRC" Unair, Prof Dr drh Chairul Anwar Nidom MS di Surabaya, Jumat, mengatakan pihaknya masih mencari akses untuk bisa membantu kepolisian dalam mengkaji vaksin palsu ini, khususnya jenis kuman yang digunakan dalam vaksin palsu.
"Kami siap jika pihak kepolisian membutuhkan bantuan dari segi keahlian, demi masa depan anak-anak dan Indonesia, karena adanya vaksin anak palsu ini sangat memprihatinkan sehingga menjadi persoalan serius bagi Bangsa," kata dia.
Ia mengatakan kejahatan ini harus diurus tuntas karena bisa dikategorikan dalam tindakan bioterorisme. Tindakan bioterorisme biasanya menggunakan bahan biologis dan efek yang ditimbulkan bisa bertahun-tahun.
"Tindakan bioterorisme lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan bahaya narkoba, sehingga pemerintah harus serius memberantas kejahatan ini. Mari kita selamatkan anak-anak Indonesia," tuturnya.
Menurut dia, sudah ada kesepakatan dunia melalui "World Health Organization" (WHO), jika vaksin yang diproduksi untuk manusia. Kasus vaksin palsu ini tidak bisa hanya dilihat aspek kriminal biasa, bukan hanya masalah kerugian ekonomi dari pihak-pihak yang terpengaruh.
"Kasus vaksin palsu ini harus dikaji secara dalam, terkait isi vaksin palsu itu apa saja. Sebagaimana kita ketahui, umumnya vaksin disuntikan, jadi jika yang disuntikkan kuman maka akan berdampak pada anak-anak hingga harian, mingguan, bulanan, bahkan tahunan," jelasnya.
Jika hanya vaksin berisi air yang disuntikkan, lanjutnya maka masih diperbolehkan. Kemungkinan hal ini karena aspek kriminal, faktor orang lapar mencari uang, tetapi kalau ada hal lain, seperti penggunaan kuman sembarangan, maka perlu dicurigai.
"Kalau ada vaksin berisikan kuman sembarangan, kemudian telah disuntikkan pada anak-anak, maka bukan hanya bahaya untuk anak yang divaksin saja, tetapi juga lingkungan dan timbulnya penyakit baru yang tidak terprediksikan," paparnya.
Oleh karena itu, ia berharap pihak penegak hukum atau pemerintah tidak boleh menyederhanakan persoalan vaksin palsu ini, apalagi pelaku, khususnya kelompok produsen, kebanyakan merupakan lulusan sekolah apoteker.
Pewarta: Indra/Laily
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016