Surabaya (ANTARA News) - Ibu angkat dari Amerika Serikat (AS), Mimi Anzel, menghadiri wisuda anak petani Ponorogo, Jawa Timur, Dwi Susanto, di kampus ITS Surabaya, Sabtu, bersama 1.461 wisudawan lainnya. "Sungguh saya tidak punya firasat apa-apa akan kedatangan Mimi Anzel, karena yang ada hanya kegembiraan, apalagi elama ini saya hanya berhubungan lewat email," ujar salah seorang wisudawan cumlaude ITS itu. Alumnus SMK Negeri I Jenangan, Ponorogo dari jurusan Bangunan Gedung itu menceritakan perkenalannya dengan Mimi Anzel cukup panjang dan apa yang dialaminya saat ini merupakan karunia Allah SWT. "Tahun 2002, saya mengikuti kursus bahasa Inggris di sekolah, karena di akhir program memang semua peserta diwajibkan untuk mengikuti outing program di Jogjakarta. Saat itulah, saya berkenalan dengan seorang turis warga negara Amerika Serikat bernama Mimi Anzel," ucapnya. Menurut pemuda kelahiran Ponorogo pada 3 Agustus 1983 itu, perkenalan pun berlanjut lewat email, namun dirinya hanya tidak pernah berpikir lebih jauh, sebab dirinya berketetapan memilih SMK agar setelah selesai sekolah bisa secepatanya bekerja. "Saya memang dari keluarga kurang mampu, sehingga orang tua yang pekerjaannya hanya tani pun menyarankan agar saya memilih SMK agar bisa langsung bekerja," ucap bungsu dari lima bersaudara pasangan Sukirman dan Amirah itu. Setamat SMK dan sambil menunggu pekerjaan di Ponorogo, katanya, dirinya memutuskan untuk melanjutkan ke program pendidikan satu tahun di bidang Teknologi Informasi, yakni program Community College (CC) yang merupakan program kerjasama antara pemerintah Kabupaten Ponorogo dengan Dikmenjur. "Sebelumnya memang serasa sulit untuk melanjutkan kuliah, tapi setelah melihat dengan detail program itu, akhirnya saya memutuskan untuk bergabung, apalagi program itu sangat cocok sebagai alternatif bagi mereka yang kurang mampu tapi ingin kuliah," ucapnya. Ia menjelaskan program CC lebih mudah dijangkau dari rumah serta berbiaya lebih murah, sehingga tidak perlu jauh-jauh keluar kota demi mendapatkan hal yang sama, meski waktunya hanya setahun. "Dengan jadwal kuliah di CC mulai pagi hingga siang, maka saya mampu menggunakan waktu yang lain untuk membantu meringankan beban orang tua. Setelah waktu kuliah selesai, pada sore harinya, saya mengajar madrasah di desa Jabung, bahkan saya pernah mendirikan kursus bahasa Inggris bersama beberapa teman dengan target anak-anak di lingkungan sendiri," tuturnya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007