Washington (ANTARA News) - Militer AS telah menuduh seorang tersangka al Qaida di penjara militer Teluk Guantanamo telah mengangkut uang 150.000 dolar AS yang digunakan untuk pemboman hotel Marriott 2003 di Jakarta, menurut satu catatan pemeriksaan (pengadilan) yang dikeluarkan, Jumat. Militer juga mengatakan warga Malaysia Farik bin Amin Zubair adalah anggota satu "tim bunuh diri al Qaida" yang merencanakan untuk menyerang sebuah bangunan di AS, menurut transkrip pemeriksaan yang diadakan pada 13 dan 17 Maret itu. Zubair, satu dari 14 tersangka yang dikirim ke pusat tahanan Guantanamo dari penjara rahasia CIA tahun lalu, menolak membuat pernyataan ketika diberi kesempatan, catatan mengenai satu bagian yang tak bersifat rahasia dari pemeriksaan itu memperlihatkan. Namun ia menanyakan masalah mengenai komisi militer AS, peran pemerintah Malaysia dalam koalisi AS untuk memerangi terorisme dan apakah pemerintah Malaysia dapat minta ekstradisinya. Kolonel AU AS yang bertindak sebagai ketua pengadilan itu mengatakan pada Zubair, ia tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dan bahwa pertanyaan itu tidak relevan dengan proses pemeriksaan sekarang ini. Pemeriksaan itu, yang dikenal sebagai pengadilan penijauan kembali status seorang petempur, merupakan proses administratif satu-kali, untuk memutuskan apakah tahanan dapat digolongkan sebagai "petempur musuh". Jika diputuskan merupakan petempur musuh, tahanan mungkin akan menghadapi pengadilan dalam satu komisi militer atau terus ditahan tanpa diadili. Para pejabat AS telah menandai Zubair dan 13 orang lainnya yang dikirim dari penjara CIA sebagai tersangka "bernilai-tinggi" karena penangkapan mereka diyakini akan memiliki pengaruh yang signifikan pada operasi al Qaida, dan karena mereka diyakini mampu memberikan data intelijen berkualitas-tinggi. Beberapa dari mereka telah mengakui keterlibatan mereka dalam serangan, termasuk serangan 11 September 2001 atas USS Cole pada 2000 dan pemboman kedubes AS di Afrika pada 1998. Gedung Putih mengatakan penjara Guantanao mungkin akan tetap dibuka selama sisa masa jabatan Presiden Bush karena akan membutuhkan waktu untuk melakukan proses hukum di tempat itu, demikian Reuters.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007