Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Bareskrim Polri telah menggeledah belasan lokasi yang diduga kuat terindikasi jaringan penjualan vaksin palsu di Jabodetabek.
"Sindikat ini telah beroperasi sejak 2003 dan memiliki jaringan penjualan di sejumlah apotik dan toko obat di Jakarta dan sekitarnya," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya, di Mabes Polri, Jakarta, Kamis.
Agung mengatakan hingga kini pihaknya masih terus mendalami jaringan peredaran vaksin palsu untuk bayi.
Terkuaknya kasus ini menggambarkan dugaan banyaknya bayi yang telah mendapatkan vaksin palsu sehingga menyebabkan lemahnya kekebalan tubuh mereka. Jika hal ini dibiarkan, ujar Agung, maka dipastikan kualitas kesehatan anak-anak Indonesia semakin memburuk.
"Penyidik masih terus mendalami keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini. Ini sangat berbahaya karena dampaknya sangat besar bagi kesehatan anak-anak Indonesia," kata jenderal bintang satu ini.
Sejauh ini penyidik telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini.
"Tujuh tersangka sudah kami tahan dan seorang lagi karena memiliki bayi jadi ditangguhkan penahanannya," kata Agung.
Sebelumnya, praktik pemalsuan vaksin yang dijual ke sejumlah rumah sakit berhasil dibongkar aparat Kepolisian. Bareskrim Polri berhasil menggerebek para pelaku di pabrik mereka yang berlokasi di Pondok Aren, Tangerang Selatan pada Selasa (21/6).
"Pabrik pembuatan vaksin palsu ini membuat vaksin campak, polio, dan hepatitis B, tetanus, dan BCG," katanya.
Ia menambahkan di lokasi pabrik ditemukan tempat yang tidak steril dan penuh dengan obat berbahaya lainnya. Pihaknya juga menemukan alat untuk membuat vaksin mulai dari botol ampul, bahan-bahan berupa larutan yang dibuat tersangka dan labelnya.
"Pelaku mengisi ampul dengan cairan buatan sendiri yang menyerupai vaksin aslinya dengan menempelkan merk dan label. Cairan buatan pelaku tersebut berupa antibiotic gentamicin dicampur dengan cairan infus," kata dia.
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016