Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) berencana membebankan premi tambahan kepada industri perbankan, khusus pendanaan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP) yang menjadi tugas baru LPS setelah Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) disahkan.
Menurut Kepala Eksekutif LPS Fauzi Ichsan di Jakarta, Kamis, ke depannya, akan ada dua premi yang perlu dibayar industri perbankan, yakni premi simpanan dan premi PRP.
Namun, usulan mengenai besaran premi PRP tersebut, kata Fauzi, belum ditentukan.
"Kita perlu konsultasikan dahulu, karena kami juga tidak ingin membebani industri perbankan," ujar dia setelah Sosialisasi Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK).
Penerapan premi PRP ini kata Fauzi, rencananya hanya akan dikenakan pada bank berdampak sistemik.
Menurutnya, penerapan premi PRP tersebut masih membutuhkan waktu lama. LPS perlu mengajukan perubahan pada Peraturan LPS mengenai besaran premi. Selain itu, besaran premi PRP yang akan diusulkan LPS juga harus dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan juga pelaku industri perbankan.
"Setelah peraturannnya selesai juga kan, belum tentu langsung diterapkan premi itu. Biasanya masih membutuhkan waktu," ujar dia.
Saat ini, premi untuk LPS yang dibebankan ke perbankan baru premi simpanan yang diambil dua kali dalam setahun dengan besaran 0,2 persen dari simpanan perbankan. Dari premi simpanan itu pula, aset LPS kini terkumpul sekitar Rp60 triliun.
PRP merupakan tugas baru LPS setelah pengesahan UU PPKSK. Keputusan penyelenggaraan PRP ditentukan Presiden setelah direkomendasikan KSSK.
Dalam pasal 39 UU PPKSK, dana PRP berasal dari pemegang saham bank atau pihak lain berupa tambahan modal, atau perubahan utang jadi modal, hasil pengelolaan aset dan kewajiban, kontribusi industri perbankan, dan pinjaman yang diperoleh LPS.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016