Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Kepala Pasukan Perdamaian PBB, Herve Ladsous, mengatakan, Rabu, beberapa tentara akan dipulangkan dari tugas PBB di Sudan Selatan akibat reaksi mereka dalam kekerasan mematikan di asramanya.
Markas Besar PBB, Selasa, mengatakan, hasil penyelidikan menemukan kekacauan komando dan kendali serta aturan pelibatan pasukan (role of engagement) mengganggu tindak-tanggap pasukan penjaga perdamaian atas kericuhan pada Februari di Markas PBB di Malakal, Sudan Selatan, tempat berlindung bagi 50.000 warga.
Kejadian dua hari tersebut menewaskan 30 warga dan melukai 123 orang.
Badan kemanusiaan internasional Dokter Tanpa Batas (Medicines Sans Frontieres), Selasa, menuduh Pasukan Perdamaian PBB, yang dikenal dengan UNMISS, mengambil waktu 16 jam sebelum bertindak.
"Saya tidak akan menyebutkan nama. Namun jelas akan ada pemulangan - dalam beberapa kasus satu unit, dalam kasus lain beberapa individu pejabat," kata Ladsous, kepada wartawan setelah memberi penjelasan kepada Dewan Keamanan PBB mengenai insiden itu.
Ladsous --bekas duta besar Prancis untuk Indonesia-- mengatakan, ia sudah berbicara dengan para duta besar PBB dari negara asal para tentara.
Penyelidikan khusus PBB atas situasi yang mengarahkan pada kekerasan menemukan bahwa pemicu perkelahian tersebut -yang menghadapkan suku Shilluk dan Nuer melawan suku Dinka dan Darfuri- adalah upaya dua tentara Sudan Selatan untuk menyelundupkan amunisi ke dalam markas PBB tersebut.
Laporan tersebut menemukan bahwa beberapa elemen bersenjata yang mengenakan seragam tentara Sudan Selatan (SPLA) ambil bagian dalam perusakan akomodasi kelompok Nuel dan Shilluk di markas tersebut.
Sudan Selatan terjebak dalam perang saudara pada akhir 2013 setelah Presiden Salva Kiir memecat wakilnya Riek Machar.
Ribuan orang tewas dan jutaan lainnya terusir dari rumah mereka selama konflik, yang mulai pecah hanya dua tahun setelah negara kaya minyak itu merdeka dari Sudan.
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016