London (ANTARA News) - Rakyat Inggris pada Kamis akan menentukan masa depan negaranya dengan mengikuti pemungutan suara soal apakah Inggris akan tetap menjadi anggota Uni Eropa (EU) atau keluar dari kelompok 28 negara itu.

Referendum dilakukan berdasarkan permintaan dari Perdana Menteri David Cameron, yang berada di bawah tekanan Partai Konservatif pimpinannya yang sedang berkuasa dan sebuah partai yang menjadi semakin kuat mendukung anti-Uni Eropa.

Referendum diharapkan dapat menghentikan perdebatan selama berpuluh-puluh tahun soal posisi Inggris di Eropa dan hubungannya dengan Brussel, ibu kota negara Belgia tempat markas besar Uni Eropa berada.

Sebagian besar jajak pendapat memperlihatkan bahwa para warga yang ingin Inggris "Keluar" dari dan "Tetap" bersama Uni Eropa berada dalam posisi sama kuat pada akhir kampanye. Namun pada Rabu malam, posisi cenderung bergerak menuju kemenangan pihak yang "Tetap".

Kampanye itu sendiri didominasi masalah imigrasi serta ekonomi, juga terguncang karena terjadinya pembunuhan terhadap seorang anggota parlemen yang pro-EU.

Pendukung kampanye "Keluar" mengatakan perekonomian Inggris akan mendapat keuntungan jika Inggris keluar dari Uni Eropa --yang diistilahkan sebagai Brexit atau British exit. Sementara itu, Cameron mengatakan Brexit akan menyebabkan kekacauan finansial.

Kalangan pedagang, penanam modal dan perusahaan sedang mempersiapkan diri menghadapi gejolak pasar keuangan, apa pun hasil referendum nantinya.

Suasana antikemapanan juga terlihat di Amerika Serikat dan negara-negara lain di Eropa.

Para warga muda Inggris tampaknya lebih mendukung negaranya tetap bersama Uni Eropa dibandingkan para warga senior namun kecil kemungkinan mereka akan berpartisipasi dalam pemungutan suara.

Tempat pemungutan suara akan dibuka di 382 daerah pemilihan pada pukul 06.00 GMT (Kamis, 13.00 WIB) dan ditutup pada pukul 21.00 (Jumat 24/6 pukul 04.00 WIB).

Sebagian besar hasil penghitungan suara diperkirakan sudah akan muncul pada Jumat antara pukul 08.00 hingga 10.00 WIB.

Kalangan pendukung "Tetap" mengatakan Brexit akan memperburuk perekonomian, keamanan serta status Inggris.

Sementara itu, pendukung "Keluar" mengatakan masalah imigrasi yang parah tidak bisa dikendalikan melalui kerangka Uni Eropa dan inilah saatnya bagi Inggris untuk membawa pulang kekuatannya dari Brussel ke London.

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016