Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung masih menunggu Kepolisian RI menyelesaikan pengolahan bukti-bukti yang akan digunakan sebagai novum (bukti baru) dalam proses Peninjauan Kembali (PK) kasus meninggalnya aktivis HAM, Munir dengan terdakwa mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto.
"Kita sedang menunggu hasil bukti yang diolah Polri, terutama hasil terakhir yang diteliti di Amerika Serikat yang sampai sekarang masih diolah sebelum diberikan ke Kejaksaan," kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan, kasus dugaan pembunuhan Munir merupakan tindak pidana umum sehingga Kejaksaan tidak bekerja sendiri melainkan berkoordinasi dengan Polri.
"Kita kerja sama dengan Polri, pengajuan PK nanti kita yang mengolah, jadi kita masih menunggu," kata Arman, sapaan akrab Jaksa Agung.
Aktivis HAM Munir meninggal dunia akibat racun arsenik pada September 2004 dalam penerbangan Jakarta-Belanda via Singapura terkait rencana studi S2 tentang Pengkajian HAM. Pollycarpus berada dalam penerbangan yang sama dengan Munir namun bukan sebagai pilot.
Polly diajukan sebagai terdakwa dan divonis 14 tahun oleh pengadilan tingkat pertama (PN Jakarta Pusat, Desember 2005) dan pengadilan tingkat lanjutan (Pengadilan Tinggi DKI Jakarta).
Pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA, Oktober 2006), dakwaan pertama terhadap Polly yaitu pembunuhan Munir tidak terbukti namun mantan pilot Garuda itu dinyatakan terbukti memalsu surat untuk bepergian sehingga hukuman tersebut turun menjadi dua tahun.
Atas putusan kasasi itu, Kejaksaan mengajukan PK dengan syarat adanya bukti baru atau novum. Salah satu barang bukti yang dibawa oleh Polri ke Amerika Serikat untuk dijadikan bukti baru (novum) adalah sambungan telepon dan pesan pendek antara Deputi V BIN, Muchdi Pr dan Polly.
Kejaksaan Agung juga menilai ada kesalahan fatal dalam putusan MA karena adanya beda pendapat (dissenting opinion) antara anggota majelis hakim kasasi.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007