Targetnya mempersiapkan tenaga petugas profesional, amanah dan bertanggung jawabJakarta (ANTARA News) - "Astagfirullah rombongan kita lupa tidak miqat di Bir Ali," teriak Petugas Bimbingan Ibadah Haji yang menyertai jamaah haji gelombang satu MES 3 asal Kota Medan, Sumatera Utara.
Teriakan sang petugas, sontak membuat sebagian jamaah yang sibuk berdoa terhenyak, beberapa yang tertidur juga terbangun dengan ekspresi bingung.
Kepanikan pun pecah di dalam bus itu saat para jamaah menyadari bahwa mereka telah tiba di Makkah, Arab Saudi yang jauhnya sekitar 450 kilometer dari Bir Ali atau sekitar empat hingga enam jam perjalanan.
Miqat adalah batas-batas bagi dimulainya ibadah haji bagi jamaah yang merupakan rukun haji. Tanpa miqat di tempat yang tepat maka jamaah haji tak dapat melakukan prosesi hajinya dengan sah. Untuk jamaah yang memasuki Makkah dari Madinah maka miqat dilakukan di Bir Ali.
Kealpaan tenaga pembimbing ibadah dan ketua kloter dalam mengingatkan sopir untuk berhenti di Bir Ali berujung fatal.
"Awak menabung 15 tahun untuk berhaji, bagaimana ini," kata Jauhariah sambil menunjuk-nunjuk ketua kloter.
Tak hanya Jauhariah yang mencemaskan status haji mereka, hampir seluruh anggota rombongan naik pitam.
Setelah melalui perundingan yang alot, ketua kloter akhirnya berhasil mengajak anggota kloternya untuk melaporkan permasalahan mereka di sektor dua Makkah, lokasi pemondokan mereka.
Sambil berebut, para calon jamaah haji mengeluhkan kondisi mereka pada petugas sektor yang mengerumuninya. Menuntut kepastian terkait ibadah haji mereka. Tak ada satu orang pun yang mau kembali ke Medan tanpa "gelar" itu.
Di saat semua jamaah menyulitkan petugas sektor dengan keluhannya tidak ada seorang pun yang memperhatikan kondisi seorang jamaah yang terlihat pucat dan susah bernapas.
Ketika sang jamaah yang baru berusia 30an tahun itu jatuh barulah dokter kloter yang mendampingi kloter tersebut sibuk mencari bantuan.
Belum lagi usai masalah miqat yang terlewat, para petugas sektor dua Makkah kembali disibukkan dengan peristiwa meninggalnya seorang jamaah karena penyakit jantung. Kabar bahwa ia mungkin tidak sah ibadah hajinya telah membuat si jamaah terkena serangan jantung mendadak.
Keluarga yang tidak terima, wasiat jamaah meninggal untuk disholatkan di Masjidil Haram dan pertanyaan tentang badal haji (mewakilkan haji) harus diatasi oleh para petugas tersebut dalam satu waktu.
Gladi
Tak mudah menenangkan seseorang yang marah atau bersedih. Meja bisa digebrak, caci maki bisa terucap, namun untungnya itu semua hanya terjadi dalam peristiwa gladi posko calon petugas haji 1437H/2016M yang dilangsungkan pada Selasa (21/6) di asrama haji Pondok Gede Jakarta.
Sebelum berangkat bertugas di Tanah Suci para calon petugas itu harus melakukan simulasi dan gladi bersih situasi di tempat tugas mereka nanti.
Termasuk pula kasus-kasus yang harus mereka tangani di lapangan.
Kasubdit Pembinaan Petugas Haji Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah Khoirizy HD mengatakan bahwa sebagian besar jamaah haji Indonesia belum mandiri oleh karena itu mereka membutuhkan petugas haji yang terampil untuk memastikan mereka memperoleh haji mabrur.
Untuk menyiapkan para petugas menangani kasus-kasus yang mungkin terjadi maka setelah para calon petugas haji menjalani pembekalan selama sekitar satu pekan, 14-23 Juni 2016, mereka diuji kemampuannya dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh di lapangan.
"Targetnya mempersiapkan tenaga petugas profesional, amanah dan bertanggung jawab," katanya saat apel pagi sebelum pelaksanaan gladi posko.
Seluruh petugas, tak terkecuali. Mulai dari petugas pelayanan umum yang bertanggung jawab pada administrasi pencatatan laporan, petugas kesehatan yang mengatasi segala masalah terkait kesehatan hingga petugas pemondokan dan katering yang harus memastikan setiap jamaah merasa nyaman di Tanah Suci.
Di bawah terik matahari sekitar 700an petugas haji melayani sedikitnya 100 rekan mereka yang berperan sebagai jamaah haji dengan segala permasalahannya.
Para jamaah yang terbagi dalam 10 kloter yang berasal dari berbagai daerah itu memiliki kasus yang harus diselesaikan oleh petugas di setiap sektor yang mereka datangi, mulai dari bandara Madinah untuk jamaaah gelombang satu dan bandara Jeddah untuk jamaah gelombang dua.
Persoalan-persoalan terus bermunculan hingga para jamaah gelombang satu meninggalkan Tanah Suci melalui Jeddah dan jamaah gelombang dua meninggalkan Tanah Suci melalui Madinah.
Selain mengatasi kemungkinan kasus, pada kesempatan itu para petugas juga dilatih untuk mengingat pergerakan mereka, terutama petugas airport Jeddah atau Madinah yang harus patuh mengikuti jadwal pergeseran tempat bertugas untuk memastikan tidak ada jamaah yang tidak terlayani.
Reka situasi
Bagi mereka yang sudah berhaji atau pernah bertugas, sekitar 40 persen, dari total 826 petugas haji yang berasal dari berbagai instansi, gladi posko ini memberi kesempatan mereka untuk menyegarkan kembali ingatan mereka.
Sementara itu bagi mereka yang tidak memiliki pengalaman apa pun, gladi posko adalah sebuah kesempatan untuk mereka-reka situasi di lapangan.
"Pengalaman yang bagus sebagai bekal bertugas," kata Marfuah seorang calon petugas haji dari Kementerian Agama.
Sementara itu Marhani seorang calon petugas haji dari Medan yang akan bertugas di Makkah mengaku sangat terbantu dengan gladi posko itu. Sekalipun sudah pernah melakukan umrah, tahun ini adalah tahun pertama ia menjadi petugas haji.
"Ini sangat membantu. Karena kami jadi tahu apa yang harus dilakukan. Begitu kami datang langsunglah kami rapat dan melakukan apa yang harus dilakukan," katanya.
Ia mengaku menjadi memiliki gambaran tentang tugas yang harus dilakukannya nanti sebagai petugas haji di sektor 5 Makkah.
Sebelumnya, fasilitator gladi posko, Cepi Supriatna, menyampaikan sebagian besar permasalahan yang dihadapi para petugas di Tanah Suci adalah permasalahan rutin yang terulang tiap tahun antara lain paspor hilang, kecurian, jamaah haji tersesat dan jamaah sakit atau meninggal. Walaupun tahun lalu ada peristiwa luar biasa yaitu tragedi crane jatuh dan insiden desak-desakan di Mina. Satu hal yang menjadi perhatiannya dalam pembekalan kali ini adalah upaya untuk mempercepat proses pendataan jamaah haji yang meninggal.
Petugas, kata dia, dipersiapkan untuk mengantisipasi segala kemungkinan termasuk kejadian luar biasa.
Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016