Kami menyetujui jumlah tersebut dengan perkiraan harga minyak mentah indonesia (ICP) adalah 45--dolar AS perbarel,"

Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR RI ingin pemerintah menaikkan lifting minyak yang akan dimasukkan dalam RAPBN 2017.

Ketua Komisi VII Gus Irawan Pasaribu mengatakan komisi yang dipimpinnya menyepakati target lifting minyak bumi mentah di angka 760--800 ribu barel perhari pada RAPBN 2017. Alasannya, jumlah yang ditargetkan pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said terlalu sedikit.

"Kami menyetujui jumlah tersebut dengan perkiraan harga minyak mentah indonesia (ICP) adalah 45--dolar AS perbarel," ujar Gus Irawan dalam rapat kerja dengan Sudirman Said di Jakarta, Selasa.

Pemerintah sendiri, dalam asumsi dasar sektor ESDM untuk RAPBN 2017, mengajukan lifting minyak di angka 740--760 ribu barel perhari. Jumlah ini di bawah lifting minyak APBN 2016 yaitu 830 ribu barel perhari dan usulan RAPBN-P 2016 dengan 820 ribu barel minyak mentah sehari.

Menurut Menteri ESDM penurunan tersebut disebabkan lapangan-lapangan minyak di Indonesia semakin menua dengan tingkat penurunan produksi tahunan mencapai lebih dari 20 persen.

Selain itul, Komisi VII juga menyepakati jumlah lifting gas bumi 1,15 juta--1,5 juta barel setara minyak sehari (BOEPD) untuk RAPBN 2017. Ini lebih tinggi dari yang diajukan pemerintah yaitu 1,05 juta--11,5 juta barel BOEPD.

Namun, harga minyak mintah Indonesia yang disepakati DPR sama dengan yang diajukan pemerintah yaitu 45--55 dolar AS perbarel.

Anggota Komisi VII Kurtubi dalam kesempatan tersebut menyatakan bahwa jumlah lifting minyak yang diajukan pemerintah adalah yang terendah dalam 50 tahun terakhir.

"Menurut saya, jumlah lifting minyak itu sangat menyedihkan," kata politisi Partai Demokrat ini.

Kurtubi sendiri menyadari Indonesia masih bergantung pada lapangan-lapangan minyak tua karena sulitnya mencari sumber-sumber baru. Namun, dia yakin potensi sumber daya mineral yang ada di Indonesia masih sangat besar.

Pewarta: Michael Siahaan
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016