Laporan akhir Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) tentang hasil penyelidikan interim review dan sunset review atas impor polyester staple fiber dengan pos tarif 5503.20.0.00 yang berasal dari ketiga negara tersebut membuktikan bahwa masih terjadi praktik dumping yang dilakukan oleh negara-negara tersebut, masih terjadi peningkatan volume impor secara signifikan, dan adanya perubahan keadaan atau besaran margin dumping yang mengakibatkan penurunan kinerja industri dalam negeri, sehingga pemerintah kembali menetapkan pengenaan bea masuk anti dumping atas produk tersebut.
Kasubdit Komunikasi dan Publikasi Deni Surjantoro pada 21 Juni 2016 menjelaskan bahwa bea masuk anti dumping adalah bea masuk tambahan yang dikenakan terhadap barang impor, dimana harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya atau harga pasar domestik.
Disamping itu, impor barang tersebut menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut, mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut, dan menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.
Bea masuk anti dumping dikenakan terhadap barang impor setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.
Di Indonesia pengenaan bea masuk tambahan diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Khusus untuk produk Polyester Staple Fiber dari India, Tiongkok dan Taiwan sesuai dengan PMK 73/PMK.010/2016 dikenakan bea masuk tambahan bervariasi mulai dari 5,82% sampai dengan 28.47% tergantung negara dan nama produsen atau eksportirnya, “silahkan Anda unduh PMK-nya di menu Direktori Peraturan Bea Cukai www.beacukai.go.id”.
Deni menambahkan bahwa pengenaan bea masuk anti dumping terhadap barang tersebut berlaku sejak awal Mei 2016, dan berlaku selama tiga tahun kedepan.
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016