Istanbul (ANTARA News) - Pihak berwajib Turki, Senin, menahan tiga tokoh pegiat kebebasan pers, termasuk perwakilan Reporter Tanpa Batas (RSF), atas dakwaan menyebarkan propaganda teroris, kata kelompok hak asasi manusia.
Penahanan itu semakin memperkuat kekhawatiran terhadap kebebasan media di Turki di bawah Presiden Tayyip Erdogan, menyusul serangkaian kasus terhadap beberapa harian oposisi dan stasiun penyiaran.
Ketiga pegiat yang ditangkap tersebut adalah perwakilan RSF Erol Onderoglu, penulis Ahmet Nesin, dan presiden Yayasan Hak Asasi Manusia Turki Sebnem Korur Fincanci.
Pengadilan memerintahkan agar mereka ditahan dalam tahanan pra-sidang setelah mereka memilih materi di sebuah surat kabar mengenai isu Kurdi dan berkampanye menentang upaya untuk menyensornya, kata RSF dan kelompok lain, EuroMed Rights.
Pernyataan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Frederica Mogherini dan Komisioner Perluasan UE Johannes Hahn mengatakan keputusan pengadilan itu "bertentangan dengan komitmen Turki untuk menghormati hak-hak dasar, termasuk kebebasan media".
"UE berulangkali menekankan bahwa Turki, sebagai negara kandidat (untuk keanggotaan UE) harus memiliki ambisi setinggi mungkin untuk standar dan praktik demokratis," demikian pernyataan tersebut.
Onderoglu ditahan atas tiga artikelnya mengenai operasi keamanan di wilayah tenggara Turki yang didominasi suku Kurdi dan pertikaian di antara pasukan keamanan yang muncul dalam edisi 18 Mei majalah Ozgur Gundem, kata Johann Bihr dari RSF.
Bihr menyebut Onderoglu, yang telah bekerja untuk RSF selama dua dasawarsa, sebagai "korban perlakuan kejam yang selalu ia tentang."
Seorang pejabat di kantor Erdogan menolak berkomentar mengenai kasus tersebut. Tidak jelas berapa lama ketiganya akan ditahan atau kapan mereka akan disidangkan.
Dalam kejadian terpisah, harian Hurriyet mengatakan korespondennya di New York Razi Canikligil ditahan pada Senin saat tiba di lapangan terbang Ataturk, Istanbul.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai insiden ini, termasuk dakwaan yang dihadapi.
Canikligil melaporkan kasus pengusaha keturunan Turki-Iran Reza Zarrab yang didakwa oleh AS telah membantu Iran mengelakkan sanksi AS.
Penahanan Zarrab di Florida pada Maret dan kasus yang menyeretnya itu menyita perhatian di Turki, dimana ia ditahan pada 2013 dalam penyelidikan korupsi atas individu yang memiliki kedekatan hubungan dengan Erdogan.
Seorang hakim AS di New York pada Senin menjadwalkan sidang Zarrab akan digelar pada 23 Januari.
Pada Mei, Turki mendapat tekanan karena menjatuhkan hukuman hingga lima tahun penjara kepada dua wartawan terkemuka harian oposisi Cumhuriyet, karena mengungkap rahasia negara dalam kasus dimana Erdogan menjadi terlapor.
Pihak berwenang menyita atau menutup beberapa harian serta stasiun penyiaran pada 2015, biasanya dengan alasan keamanan. Mereka membantah berupaya membungkam kebebasan berekspresi.
Catatan Turki terkait kebebasan pers dan HAM meningkatkan keraguan di kalangan politisi Eropa mengenai apakah Turki, anggota NATO, merupakan kandidat sesuai untuk keanggotaan UE.
Namun kritikan mereka relatif sepi dalam beberapa bulan terakhir karena UE memerlukan kerja sama erat Turki untuk menghalang arus masuk migran ilegal ke Eropa.
Berdasar kesepakatan pada Maret, Turki akan mendapatkan keuntungan dengan pembicaraan lebih cepat soal keanggotaan UE dan akses bebas visa ke Eropa bagi warganya, jika mereka mengambil kembali semua migran dan pengungsi yang menyeberangi Laut Aegean ke Yunani secara ilegal.
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016