Prinsipnya, seluler adalah mobile. Pelanggan tentu ingin setiap bergerak selalu ada sinyal, komunikasi lancar.... Hukum pasar bicara di sini."
Jakarta (ANTARA News) - Isu adanya praktik monopoli di industri seluler khususnya di luar Pulau Jawa yang belakangan merebak, dinilai tidak relevan dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan.
"Saya rasa tidak betul pasar luar Jawa dimonopoli oleh operator dominan saja. Jika ada operator yang kesulitan bersaing di pasar, itu kembali ke operator yang bersangkutan apakah gencar dalam membangun jaringan atau tidak. Kalau tidak jangan berharap layanannya diterima dengan baik oleh masyarakat," kata Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi, di Jakarta, Senin.
Menurut mantan anggota BRTI ini, masyarakat dalam suatu wilayah tidak mungkin tertarik dengan operator yang hanya menancapkan satu unit BTS saja di tengah kota demi untuk memenuhi "modern licensing" di 33 propinsi.
"Prinsipnya, seluler adalah mobile. Pelanggan tentu ingin setiap bergerak selalu ada sinyal, komunikasi lancar. Jadi, sebelum isu monopoli ini bergulir, sebaiknya dicek dulu pemenuhan jangkauan secara layanan dan pemasaran, bukan untuk memenuhi aturan saja. Hukum pasar bicara di sini," katanya.
Ridwan mengingatkan, bahwa monopoli itu tidak dilarang, tapi praktek monopoli itu yang tidak boleh.
"Masyarakat Indonesia sudah pintar memilih operator. Ada yang suka tarif murah, ada pula yang suka dengan cakupan yang luas, walau mungkin tarif lebih mahal sedikit. Tarif menjadi berbeda tentu tak bisa dilepaskan dari investasi untuk membangun infrastruktur yang lebih mahal di luar Jawa," tegasnya.
Ia mencontohkan, ada operator yang hanya membangun 1 unit BTS 3G di kota besar di luar Jawa namun keluar kota sedikit sinyal sudah hilang. Operator seperti ini tentunya akan sulit mendapatkan pelanggan yang mobile, hanya yang berada di pusat cakupan saja yang tertarik.
Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono mengungkapkan pasar seluler Indonesia bersifat terbuka dan ditentukan melalui mekanisme pasar.
"Agresifitas dari operator membangun jaringan itu kunci dia menguasai layanan. Di bisnis seluler itu dikenal 3C, Coverage, Capacity, Content. Coverage atau jangkauan yang utama. Saya lihat yang agresif dan konsisten itu memang Telkomsel urusan coverage, wajar dia paling luas dan banyak pelanggan," katanya.
Menurutnya, jika ada operator berteriak ada ketidakseimbangan "market share" secara layanan, sebaiknya melihat kembali kepada kewajiban membangunnya sesuai modern licensing yang diperoleh dan dijanjikan.
Sebelumnya, Indosat Ooredoo menuding operator dominan menguasai 80 persen pangsa pasar seluler di luar Jawa.
Namun, Telkomsel menegaskan penguasaan pasar di luar Pulau Jawa diraih melalui sebuah proses yang panjang dan jatuh bangun yang luar biasa sejak berdirinya di tahun 1995.
Telkomsel telah memiliki 116.000 BTS Telkomsel tersebar di seluruh penjuru Indonesia, dimana angka penambahan jaringan ini dilakukan secara konsisten dengan rata-rata sebesar 25 persen setiap tahunnya.
Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016