Jakarta (ANTARA News) - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup berpotensi menjerat pejabat publik yang melakukan kesalahan dan dianggap bertanggung jawab dalam kerusakan lingkungan hidup, kata anggota tim penyusun RUU tersebut, Suparto Wijoyo. "Ini suatu kemajuan karena UU Lingkungan Hidup sebelumnya belum mengatur hak itu," katanya setelah diskusi "Permasalahan Lumpur Lapindo" di gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Jakarta, Jumat. Suparto mengatakan, sedikitnya ada 15 pasal dalam RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup itu yang bisa menjerat pejabat publik yang terlibat dengan kerusakan lingkungan. Pejabat publik yang dimaksud adalah pejabat daerah dan pusat yang melakukan kesalahan antara lain dalam hal penerbitan surat izin operasional, pembuatan persyaratan perizinan, dan ketidakpatuhan terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Suparto mengatakan tim penyusun RUU juga telah merancang sanksi pidana terhadap pejabat publik yang melakukan pelanggaran. "Tetapi kami belum sampai pada bentuk konkret sanksi pidananya," kata Suparto yang juga guru besar Hukum Lingkungan Hidup Universitas Airlangga. Kehadiran pasal yang mengatur pelanggaran oleh pejabat piblik itu, katanya, merupakan langkah maju karena selama ini UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup belum mengatur hal tersebut. Dalam UU Lingkungan Hidup, lanjut Suparto, hanya memungkinkan pemidanaan bagi pimpinan perusahaan yang melakukan kejahatan lingkungan. Untuk itu, kehadiran RUU itu harus mendapat dukungan penuh dari DPR RI karena kemunculan RUU itu disebabkan oleh kesadaran akan tidak maksimalnya penanganan kerusakan lingkungan yang terjadi selama ini. Namun, peraturan dalam RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak akan berlaku surut, sehingga sejumlah kejahatan lingkungan hidup yang terjadi sebelum RUU itu diundangkan tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan RUU tersebut. Oleh karena itu, katanya, kasus kerusakan lingkungan seperti luapan lumpur Lapindo tidak akan tersentuh pasal tentang pejabat publik dalam RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup meski tidak dapat dipungkiri banyak pejabat publik yang turut bersalah dalam kasus tersebut. Proses pembahasan RUU Pengelolaan Lingkungan Hidup masih berjalan hingga saat ini. Pembahasan itu dilakukan oleh tim penyusun yang terdiri dari akademisi Universitas Airlangga, Universitas Pajajaran, Universitas Parahyangan, dan sejumlah pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007