Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu, mahasiswa IPB yang bernama Nubli Falaah Albanna mengatakan alasan dirinya menciptakan alat tersebut karena memperhitungkan nilai ekonomis dan dampak kesehatan penggunaan alat pengukur kolesterol konvensional.
Nubli menjelaskan alat pengukur kolesterol yang sudah ada di pasaran saat ini dan dapat digunakan oleh masyarakat bisa menghasilkan limbah medis. "Kalau alat pengukur kolesterol sekarang kan pakai strip, diteteskan darah, dan langsung dibuang ke tempat sampah. Padahal penanganan limbah medis dengan sampah biasa berbeda," kata dia.
Selain itu, penggunaan strip satu kali pakai dalam satu pengecekan juga memakan biaya mengingat harga stik yang cukup mahal satuannya.
Sedangkan alat bernama Bioanoda yang diciptakan Nubli bisa digunakan berulang-ulang selama masa kedaluwarsanya selama 150 hari belum habis. "Saya pernah uji sampai 100 kali dalam sehari, baik-baik saja," ujar dia.
Prinsip kerja Bioanoda menggunakan komponen berbahan tembaga yang dicelupkan ke dalam 1 mililiter darah lalu dialiri listrik tegangan kecil untuk mengetahui kadar kolesterol dalam darah.
"Perbandingan analisis RS Medika Dramaga dengan alat ini tidak jauh berbeda dengan ketepatan 83-97 persen dan ketelitian 99 persen," ujar Nubli.
Namun alat yang diciptakan Nubli tersebut masih dalam tahap penelitian dan pengembangan. Alat tersebut, lanjutnya, perlu melalui beberapa pengembangan agar dapat dipasarkan.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016