Jakarta (ANTARA New2s) - Identitas Indonesia sebagai bangsa bahari yang besar sudah memudar karena beragam hal, antara lain masih dikuasainya aktivitas sosial-ekonomi di bidang kelautan oleh pihak asing dan kurangnya pemberdayaan masyarakat pesisir. "Sejarah pernah mencatat kita pernah besar sebagai bangsa bahari. Namun identitas ini kini makin luntur," kata Kepala Divisi Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor, Dr. Arif Satria, di Depok, Jumat. Ia memaparkan bahwa identitas sebagai bangsa bahari tidak saja ditentukan oleh fakta geografis bahwa dua pertiga wilayah Indonesia adalah laut. Fakta geografis tersebut, lanjut Arif, berimplikasi pada fakta geopolitis, fakta sosial-ekonomis, dan fakta ekologis. "Kita selalu bangga akan luasnya laut kita, padahal `ruh` laut yang menyimpan kekuatan geopolitis, sosial-ekonomis, dan ekologis telah tercerabut," ujar dia. Ia mencontohkan rentannya laut Indonesia dapat dilihat dari lepasnya Pulau Sipadan-Ligitan ke Malaysia, tak jelasnya status blok Ambalat dan Celah Timor yang mengancam keutuhan wilayah nasional. Mengenai perundingan wilayah perbatasan yang belum tuntas dengan sejumlah negara, Arif melihat hal tersebut dapat menjadi "bom waktu" di masa mendatang. Selain itu, ia juga menyorot aktivitas sosial-ekonomi di bidang kelautan yang masih dikuasai asing, yang membuat Indonesia seolah-olah menjadi tamu di rumah sendiri. "Diduga ada sekitar 7.000 kapal asing yang beroperasi di wilayah laut kita, meski sekarang sudah mulai berkurang berkat kebijakan pemerintah," katanya. Menurut dia, kapal asing masih terus mendominasi aktivitas pelayaran untuk ekspor-impor, dengan pangsa muatannya masih berkisar 90 persen. Untuk mengembalikan kejayaan bangsa Indonesia di laut, Arif mengemukakan bahwa salah satu prasyaratnya adalah memberdayakan dan mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir. "Hal yang sangat penting dalam membangun desa pesisir adalah mengupayakan tersedianya infrastruktur dasar yakni prasarana jalan, pasokan listrik, air bersih, serta fasilitas sosial yaitu pendidikan dan kesehatan," katanya. Hal lainnya yang bisa dilakukan, ujar Arif, adalah menyediakan subsidi untuk permodalan nelayan, menyelenggarakan penyuluhan yang memprioritaskan isu kemandirian, mengakui "fishing right" atau Hak Perikanan Tradisional (HPT), dan menguatkan sistem Pengelolaan Sumberdaya Berbasis Masyarakat (PSBM). (*_
Copyright © ANTARA 2007