Orlando, Florida, Amerika Serikat (ANTARA News) - Agen-agen Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (Federal Bureau of Investigation/FBI) pada Jumat (17/6) memeriksa anggota jamaah sebuah masjid di Orlando yang sering didatangi Omar Mateen, pria yang menembak mati 49 orang di sebuah kelab malam gay.
Agen-agen FBI pada Jumat mengalihkan perhatiannya kepada setidaknya seorang rekan Mateen yang sering mendatangi masjid di dekat rumahnya, Islamic Center of Fort Pierce.
Dalam apa yang diketahui sebagai wawancara pertama berkaitan dengan penembakan kelab malam gay di Orlando, dua agen federal menemui pria di masjid itu selama 30 menit sebelum shalat Jumat menurut Omar Saleh, seorang pengacara untuk Dewan Hubungan Islam-Amerika yang ikut dalam sesi itu.
Menurut Omar Saleh, seorang pengacara untuk Dewan Hubungan Islam-Amerika, dua orang anggota FBI menanyai rekan Mateen selama 30 menit menjelang sholat Jumat.
"Kami bertemu beberapa agen," kata Saleh kepada kantor berita Reuters, menolak untuk menjelaskan jati diri rekan Mateen yang ditanyai penyidik FBI tersebut.
"Mereka menanyakan pertanyaan trekait kejadian Minggu," katanya.
Sebuah catatan akademis yang diperoleh Reuters menunjukkan bahwa Mateen sering kena skors saat masih menjadi pelajar, sedikitnya dua kali karena berkelahi, sebelum dipindahkan ke sekolah khusus bagi mereka yang berpotensi putus sekolah.
Mateen, penjaga keamanan swasta berusia 29 tahun yang ditembak mati polisi setelah melakukan penembakan massal pada 12 Juni di Orlando, digambarkan oleh mantan istri pertamanya sebagai pria yang mengalami gangguan jiwa dengan sifat kasar.
Orang lain yang mengenalnya menyebut Mateen, warga Amerika Serikat keturunan imigran Pakistan yang lahir di New York dan tinggal di Florida, sebagai pribadi canggung dan pendiam.
FBI telah memeriksa Mateen pada 2013 dan 2014 karena dicurigai punya hubungan dengan kelompok militan, tapi kemudian menyimpulkan bahwa Mateen tidak menimbulkan ancaman.
Pihak berwenang menyatakan bahwa Mateen mengambil jeda beberapa kali selama pengepungan tiga jam di kelab malam Pulse untuk menghubungi operator 911 dan mengunggah pesan ke Internet untuk menyatakan dukungannya kepada beragam kelompok militan.
Namun Mateen tampaknya menjadi radikal dengan sendirinya, dan bertindak tanpa arahan dari jaringan luar, meski istri keduanya, Noor Salman, mengetahui rencananya untuk melancarkan serangan menurut para pejabat Amerika Serikat.
Dewan juri federal berkumpul dalam pekan untuk untuk memutuskan apakah akan menunut Salman. (Uu.A032)
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016