Cox, pendukung Inggris tetap dalam EU, ditembak dan ditusuk pada Kamis oleh seorang pria yang para saksi mata katakan berteriak "Britain First" dalam pemilihannya di tingkat distrik dekat Leeds di county West Yorkshire di bagian utara Inggris, lapor Reuters.
Seorang pria berusia 52 tahun bernama Thomas Mair yang disebut oleh media, dan dilukiskan para anggota keluarganya memiliki gangguan mental, ditangkap dan polisi mengatakan sepucuk senjata ditemukan.
Britain First, sebuah kelompok nasionalis kanan-jauh, membantah memiliki hubungan dengan Mair tetapi sebuah kelompok hak asasi manusia Amerika Serikat mengatakan ia terhubung dengan sebuah organisasi neo-Nazi.
Di Birstall, sebuah kota yang biasanya sunyi dan berpenduduk beberapa ribu orang, merasa kaget dan berkabung. Banyak di antara warga meletakkan karangan bunga di sebuah monumen dekat tempat kejadian perkara.
Pembunuhan tersebut mendorong kampanye referendum pada 23 Juni ditangguhkan. Belum diketahui kapan kampanye akan dimulai kembali.
Motif pembunuh belum segera jelas. Polisi mengatakan mereka tidak dalam posisi untuk membahas motif serangan itu dan investigasi penuh sedang berlangsung. Belum ada dakwaan diajukan terkait pembunuhan itu.
"Jo meyakini dunia yang lebih baik dan dia mempertaruhkan tiap hari dan tenaganya serta semangat hidupnya bagi sebagian besar orang," kata Brendan, suami Cox.
"Ia menginginkan dua hal di atas segalanya sekarang, satu bahwa anak-anak kami yang berharga dicintai sepenuh hati dan dua, bahwa kami semua bersatu melawan kebencian yang membunuhnya."
Bendera Inggris dikibarkan setengah tiang di gedung parlemen, Istana Buckingham, tempat kediaman Ratu Elizabeth di London, dan Downing Streen, tempat tinggal resmi Perdana Menteri David Cameron.
Ratu akan menulis sepucuk surat bela sungkawa pribadi kepada suami Cox dan para anggota parlemen dan publik meletakkan karangan bunga di luar gedung parlemen. Disamping gambar Cox yang tersenyum, puluhan lilin putih bersebelahan dengan rangkaian bunga dan sebuah papan pesan. Orang-orang menulis pesan duka cita di papan itu.
"Kami tidak dapat membunuh demokrasi," demikian tulisan satu pesan. Yang lainnya,"kami akan bersatu melawan kebencian."
(Uu.M016)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016