Jakarta (ANTARA News) - Kondisi pers Indonesia hingga kini belum banyak mengalami perubahan, di mana dari total 829 media cetak yang ada, 70 persen di antaranya tidak layak secara bisnis karena minimnya pemasangan iklan dan minimnya tiras (oplah). "Dari 70 persen itu, setengahnya sakit dan setengah sisanya tinggal menunggu ajal," kata anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi seusai workshop bertajuk "Etika Pemberitaan dan Keselamatan Wartawan di Tengah Konflik, Bencana, dan Musibah" di Hotel Bidakara Jakarta, Kamis. Abdullah mengatakan, media cetak yang meraih bisnis sehat, tiras, dan jumlah halamannya meningkat, atraktif, mencerahkan, taat kode etik jurnalistik, serta dibutuhkan khalayak (pembaca dan pengiklan) hanya 30 persen. Mengenai 70 persen media dengan kategori belum sehat, lebih dikarenakan oleh jumlah modal yang tidak mencukupi, wartawan profesional tidak tersedia di pasar kerja sehingga memperkerjakan wartawan yang tidak memenuhi syarat, dan sering melanggar kode etik jurnalistik. Disinggung standar keselamatan wartawan, Abdullah menilai, standar keselamatan wartawan di Indonesia masih sangat minim. "Wartawan harus diasuransikan dan dewan pers mendorong perusahaan-perusahaan media untuk memperhatikan keselamatan wartawan," ujarnya. Abdullah menjelaskan, seharusnya seluruh lembaga media, organisasi wartawan kerja sama untuk mendorong kepentingan keselamatan wartawan. "Organisasi wartawan yang tersebar di Indonesia sebanyak 60 organisasi, tapi hanya 29 yang terdaftar di dewan pers," katanya. Adullah menegaskan bahwa keselamatan dan etika pemberitaan berlaku serta harus diterapkan adalah tidak ada satu berita pun yang nilainya sama dengan harga nyawa orang. Oleh karena itu, keselamatan wartawan lebih bernilai tinggi dan tidak dapat disamakan dengan harga berita yang dihasilkan. "Kami rencananya dalam waktu dekat akan mengumpulkan sejumlah asosiasi pers dan wartawan salah satunya membahas hal itu," katanya. Dalam kesempatan lokakarya itu, hadir pula Pimpinan Redaksi Liputan 6 SCTV, Rosiana Silalahi, pengamat pers dari lembaga Studi Pers dan Pembangunan LSPP, Ignatius Haryanto, serta Deputi Operasi Kapolri, Irjen Polisi Sunarno. Mengenai keselamatan wartawan, seluruh nara sumber memiliki kesamaan pendapat bahwa tidak ada pengelola media yang berakal sehat yang menginginkan wartawannya celaka. Hal itu, lebih dikarenakan, jika wartawannya celaka, justru biayanya jauh lebih mahal, baik itu dari sisi moral maupun finansial.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007