Surabaya (ANTARA News)- Bupati Sidoarjo, Win Hendrarso, menyatakan bahwa dirinya tidak bisa serta merta memberikan jaminan tanah petok D dan letter C yang terendam lumpur Lapindo. Namun, harus menunggu "payung" hukumnya terlebih dulu. "Nanti kita akan berkoordinasi dulu dengan tingkat atas (pemerintah pusat). Pasalnya, pertanahan merupakan masalah spesifik yang kewenangannya berada di pemerintah pusat secara struktural, baik dari tingkat Kabupaten hingga pusat," ucapnya. Win menyatakan hal tersebut di Grahadi Surabaya, Kamis petang, menjelang mengikuti pertemuan dengan menteri ESDM, Menteri LH, PU dan Gubernur Jatim serta Lapindo, membahas masalah semburan lumpur panas, terutama tuntutan ganti rugi korban lumpur pascaledakan pipa gas milik Pertamina. Secara terpisah sebelumnya, PT Minarak Lapindo Jaya (MLJ) yang merupakan perusahaan yang ditunjuk Lapindo Brantas Inc untuk membeli lahan warga korban semburan lumpur, menyatakan siap membeli tanah warga. "Kami siap membeli lahan milik warga, baik yang bersertifikat, petok D maupun letter C, asalkan ada surat jaminan dari bupati (Sidoarjo, Win Hendrarso)," ujar Vice President PT Minarak, Andi Darussalam. Menurut dia, surat jaminan dari bupati dimaksudkan untuk menegaskan persil yang tercantum dan tanah yang dimaksud tidak sedang dalam sengketa, sehingga ganti rugi akan tepat sasaran. "Kalau sudah ada bukti kepemilikan tanah atau surat jaminan dari bupati, maka ganti rugi akan kami berikan secara bertahap dengan 20 persen diberikan pada tahap pertama," tegasnya. Pernyataan Andi ini terkait juga dengan protes korban lumpur yang umumnya lahan pekarangan maupun ladang pertaniannya --sawah dan kebun-- tidak bersertifikat, yaitu petok D atau letter C. Awalnya, Lapindo bersikukuh yang menerima ganti rugi "cash and carry" warga di empat Desa, yaitu Renokenongo, Jatirejo, Siring dan Kedungbendo hanya tanah yang bersertifikat. Sesuai kesepakata warga empar Desa dengan Lapindo yang difasilitasi oleh Bupati Sidoarjo, sawah warga korban lumpur diganti Rp120 ribu per-M2, tanah pekarangan Rp1 juta per-M2 dan bangunan Rp1,5 juta per-M2. Pembayaran uang muka 20 persen ganti rugi tersebut, juga mengalami penundaan beberapa kali. Penyebabnya masalah sertifikat kepemilikan.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007